Bisnis.com, JAKARTA - Jatah impor gula mentah (raw sugar) milik PTPN dan RNI sebanyak 267.000 ton digeser ke Bulog. Jatah itu merupakan bagian dari alokasi impor 381.000 ton yang diberikan kepada empat PTPN dan RNI oleh Menteri BUMN Rini Soemarno Mei lalu.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI Didik Prasetyo mengatakan RNI dan empat PTPN, yakni PTPN IX, X, XI, dan XII, hanya mendapat jatah 114.000 ton. "Sisanya 267.000 ton diserahkan ke Bulog supaya bisa terserap semuanya," katanya, Senin (22/8/2016).
Dia menjelaskan jatah RNI dan PTPN dikurangi karena menyesuaikan dengan kapasitas giling sampai akhir 2016. Akibat surat persetujuan impor yang tak kunjung diterbitkan Kementerian Perdagangan, kapasitas RNI dan PTPN terbatas karena berbarengan dengan puncak giling tebu.
Sumber lain yang mengetahui informasi itu mengatakan pengalihan dilakukan melalui surat terakhir Menteri Rini kepada PTPN X. Semula, Rini hanya membagi pelaksanaan impor 381.000 menjadi dua tahap, yakni 114.000 ton pada tahap I dan 267.000 ton pada tahap II.
Pembagian itu tertuang dalam surat kedua yang menyusul Surat Menteri BUMN No S-288/MBU/05/2016 tentang Izin Impor Raw Sugar 2016. Belakangan, surat ketiga menyusul, yang berisi pengalihan 267.000 ton impor raw sugar milik PTPN dan RNI kepada Bulog.
"Surat itu pun memberikan kewenangan kepada Bulog untuk mengolahnya menjadi gula kristal putih di pabrik gula mana pun," ungkap sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian Perindustrian Wahyu Kuncoro tak mengiyakan, tetapi juga tidak membantah informasi pengalihan jatah impor raw sugar itu. Melalui pesan singkat, dia justru balik bertanya, "Ada info apa terkait hal tersebut?"
Di sisi lain, Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti sama sekali tidak menepis kabar itu. Namun, dia menunggu perintah lebih pasti. "Kalau masalah importasi tersebut, saya masih belum memperoleh kepastian," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Rini menugaskan PTPN X mengimpor 381.000 ton raw sugar untuk mengompensasi jaminan pabrik gula untuk membayar pendapatan kepada petani tebu setara dengan rendemen 8,5%. Kebijakan itu sekaligus untuk menstabilkan harga gula kristal putih.
Usulan itu tidak lepas dari hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) 29 April 2016 yang dipimpin oleh Menko Perekonomian, sebagaimana tersurat dalam dokumen itu.
"Margin yang diperoleh dari kegiatan impor raw sugar akan digunakan sebagai kompensasi atas jaminan pendapatan petani tebu setara dengan rendemen 8,5% dan jaminan stabilisasi harga jual gula di tingkat konsumen Rp10.500-Rp11.000 per kg," jelas Rini dalam Surat No S-288/MBU/05/2016 yang ditekennya pada 12 Mei.
Kuota impor itu semula akan dialokasikan kepada tiga PTPN lain dan RNI dengan jatah berbeda-beda. Sementara itu, izin impor raw sugar 114.000 ton telah diterbitkan oleh Kemendag.
Dirut RNI Didik mengatakan volume sebanyak itu akan dikapalkan dalam tiga tahap. Pengapalan tahap pertama sebanyak 40.000 ton akan tiba awal September. Tahap kedua dengan volume yang sama akan datang akhir September atau awal Oktober.
Adapun sisanya 34.000 ton akan tiba akhir Oktober. "Seluruhnya dari Brasil," kata Didik. Dia menyebutkan harga raw sugar di Negeri Samba US$526 per ton.
Akibat pengalihan impor ke Bulog, RNI hanya mendapat jatah 16.000 ton dari awalnya 100.000 ton. Sebanyak 10.000 ton akan diolah di PT PG Rajawali I (PG Krebet dan PG Rejoagung), sedangkan 6.000 ton di PT PG Rajawali II (PG Jatitujuh, PG Subang, PG Sindanglaut, dan PG Tersana Baru).
Adapun 98.000 ton selebihnya merupakan jatah PTPN IX, X, XI, dan XII. Seluruh hasil olahan raw sugar itu nantinya dijual ke Bulog.