Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tiga Belas BPR Ditutup Selama 2011

JAKARTA: Sebanyak tiga belas Bank Perkreditan Rakyat ditutup selama 2011, karena tidak bisa keluar dari status pengawasan khusus, akibat kredit macet.

JAKARTA: Sebanyak tiga belas Bank Perkreditan Rakyat ditutup selama 2011, karena tidak bisa keluar dari status pengawasan khusus, akibat kredit macet.

 

Meski demikian, jumlah total Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada akhir 2011 justru bertambah karena pada tahun yang sama 27 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mendapatkan izin dari Bank Indonesia (BI) dan memulai operasinya.

 

“BPR ditutup [selama 2011] ada 13 BPR dan yang dibuka ada 27 BPR,” ujar Edy Setiadi, Direktur Kredit, BPR dan UMKM BI, kepada Bisnis, Senin 9 Januari 2012.

 

Menurut penelusuran Bisnis, delapan BPR yang ditutup tersebut berlokasi di Jawa Barat, yakni Kabupaten Bandung, Cianjur, Bekasi, Subang, dan Garut. Adapun tiga BPR berlokasi di Padang, Sumatera Barat, satu buah di Ciputat, Tangerang Selatan, dan satu di Sidoarjo, Jawa Timur

 

Dalam beberapa kesempatan, Edy menyampaikan kredit macet masih menjadi masalah dari BPR sehingga masuk dalam kategori tidak sehat. Kredit macet tersebut kemudian menggerus modal di bawah ketentuan, yang berakibat bank mikro tersebut masuk dalam pengawasan khusus.

 

Berdasarkan data bank sentral, rerata tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BPR selama 2011 masih di atas batas kesehatan BI, yakni 5%. Meski demikian NPL tersebut mengalami tren penurunan  sejak April hingga Oktober yang terakhir tercatat 5,99%.

 

BPR yang masuk dalam pengawasan khusus adalah BPR yang memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 4% dan rerata cash ratio selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%.

 

BPR yang masuk dalam pengawasan khusus harus melakukan perbaikan maksimal 6 bulan. Selama dalam pengawasan bank sentral bisa memerintahkan BPR atau pemegang saham untuk melakukan penyehatan, diantaranya adalah penambahan modal.

 

Nining I. Soesilo, Kepala UKM Center Universitas Indonesia, setuju salah satu permasalahan BPR terletak pada kredit macet. Namun, dia menambahkan ada dua faktor lain yang menyebabkan BPR kolaps, yakni risiko likuiditas dan persaingan yang makin besar dengan bank umum maupun koperasi.

 

Dalam likuiditas, jelasnya, BPR tidak bisa mengakses pinjaman dari bank sentra ketika mengalami kesalahan pengelolaan dana (maturity mismatch). “Fasilitas pinjaman BI hanya berlaku untuk bank umum. BPR tidak bisa mengakses pinjaman tersebut karena tidak berdampak sistemik bagi sistem keuangan,” ujarnya hari ini.

 

Masalah ini, lanjutnya, sebenarnya bisa diselesaikan pada tinggkat asosiasi atau kumpulan BPR dengan menyelenggarakan APEX mandiri. Namun, persaingan antar BPR menjadi masalah baru dalam kelangsungan APEX mandiri tersebut.

 

Masalah lainnya yang dihadap BPR adalah persaingan bisnis dengan bank umum dan koperasi. Sejumlah bank umum dengan modal yang jauh lebih besar dari BPR makin gencar masuk dalam pembiayaan mikro dan menggerus bisnis bank komunitas.

 

Disisi lain, koperasi dengan sistem konvensional dan syariah terus tumbuh dan bersaing dengan BPR. Koperasi memiliki keluwesan dalam mengembangkan bisnis karena diawasi oleh Kementerian Koperasi yang aturannya lebih longgar. “Berbeda dengan BI yang menerapkan regulasi ketat dan berstandar internasional bagi BPR.”

 

Nining yang juga seorang praktisi bisnis BPR, optimis bank mikro akan terus hidup di tengah masyarakat. Namun, lanjutnya, hal tersebut membutuhkan dukungan dari regulator dan kekompakan antar BPR dalam menyelesaikan masalah.

 

“Ada fenomena kedekatan nasabah dengan bank komunitas [BPR] tidak bisa digantikan dengan segala fasilitas bank umum. Ini terlihat pada beberapa pengusaha mikro yang terus menggunakan layanan BPR, baik kredit maupun simpanan, meskipun mereka bisa menggunakan bank umum,” ujarnya.

 

Hingga akhir November 2011, 1.684 BPR membukukan penyaluran kredit sebesar Rp40,68 triliun, meningkat sebesar 21,14% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2010 yang sebesar Rp33,58 triliun.

Sementara itu, dana masyarakat yang dhimpun oleh industri BPR mencapai Rp37, 28 triliun, meningkat 22,07% dibandingkan dengan November 2010. Sebagian dana untuk penyaluran kredit masih dipenuhi lewat kredit linkage dari bank umum sebesar Rp5,98 triliun. (ea)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper