Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BUNGA BANK: Likuiditas berlebih tahan kenaikan bunga PUAB

JAKARTA: Peningkatan bunga pasar uang antar bank (PUAB) pada akhir pekan lalu lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan bunga operasi moneter Bank Indonesia, yang dipengaruhi masih melimpahnya likuiditas perbankan nasional

JAKARTA: Peningkatan bunga pasar uang antar bank (PUAB) pada akhir pekan lalu lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan bunga operasi moneter Bank Indonesia, yang dipengaruhi masih melimpahnya likuiditas perbankan nasional

 

Suku bunga denominasi rupiah pada Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), yang menjadi acuan pasar uang antar bank (PUAB) di Indonesia, beranjak naik sejak Bank Indonesia (BI) meningkatkan bunga operasi moneter pada Kamis 10 Mei 2012.

 

Namun kenaikan bunga Jibor pada Kamis dan Jumat lebih rendah dibandingkan dengan operasi moneter yang telah meningkat 31 basis point (bps).

 

Peningkatan tertinggi bunga Jibor terjadi pada tenor 12 bulan sebesar 6,4 bps menjadi 4,93% pada Jumat lalu, dibandingkan dengan 2 hari sebelumnya. Sementara itu, pada tenor 6 bulan terjadi peningkatan 0.06% selama 2 hari menjadi 4,58%.

 

Selanjutnya tenor 3 bulan terjadi peningkatan 4,4 bps menjadi 4,28%. Peningkatan juga terjadi pada tenor 1 bulan, 1 minggu serta overnight meskipun kenaikan tidak mencapai 1 bps.

 

Peningkatan itu lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 31bps menjadi 4,238% pada lelang Kamis lalu, dibandingkan dengan lelang sebelumnya yang tercatat 3,926%.

 

Destry Damayanti, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, menilai likuiditas yang melimpah di perbankan nasional menjadi penyebab kenaikan bunga pasar uang antar bank tidak sejalan dengan operasi moneter.

 

 “Kenaikan bunga Jibor tidak sejalan dengan operasi moneter karena likuiditas di bank masih berlebih,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini, Minggu 13 Mei 2012.

 

Lebih jauh dia menjelaskan, kenaikan bunga operasi moneter merupakan sinyal bank sentral dengan dua tujuan, yakni menekan ekspektasi inflasi serta menekan volatilitas nilai tukar Rupiah.

 

“Di satu sisi BI concern akan ekspektasi inflasi yang masih tinggi pada jangka menengah dan panjang, namun di sisi lain mereka tetap ingin mendorong pertumbuhan kredit di jangka pendek. Ini yang membuat BI tidak merubah BI Rate tapi kreatif di operasi moneter,” jelasnya.

 

Selain itu, lanjutnya, bank sentral juga ingin menekan volatilitas nilai tukar Rupiah yang salah satunya dipengaruhi oleh investasi spekulatif jangka pendek pada mata uang asing.

 

“Jadi BI ingin para investor daripada naruh dananya pada forex seperti Dolar, lebih baik simpan di SBI dengan yield yang lebih tinggi dari sebelumnya,” ujarnya.

 

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto menilai pergerakan bunga operasi moneter belum tentu mendorong kenaikan suku bunga kredit.

 

“[kenaikan bunga kredit] itu tergantung kondisi likuiditas masing-masing bank. Yang pasti mendorong bunga kredit adalah biaya dana. Kalau biaya dana tergolong tinggi maka kreditnya akan terkerek naik,” jelasnya. (Bsi)

 

+ JANGAN LEWATKAN:

>>> 10 ARTIKEL PILIHAN REDAKSI HARI INI

>>> 5 KANAL TERPOPULER BISNIS.COM

>>> 10 ARTIKEL MOST VIEWED BISNIS.COM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper