JAKARTA sebagai barometer keuangan Indonesia bukan isapan jempol. Pasalnya, Ibu Kota menguasai 50,29% dana pihak ketiga (DPK) perbankan nasional. Demikian data yang dilansir Bank Indonesia per April 2013.
Dana bank yang dihimpun di Jakarta mencapai Rp1.659,4 triliun.
Angka itu separuh lebih dari total simpanan perbankan nasional yang mencapai Rp3.299,4 triliun.
Dominasi Jakarta terlihat dari simpanan jenis deposito yang biasanya dimiliki oleh para konglomerat atau korporasi. Simpanan berbunga mahal itu mencapai Rp894,71 triliun atau 53,92% dari total DPK. Adapun, simpanan berbunga murah yang terdiri tabungan dan giro masing-masing memberikan kontribusi 19,05% dan 27,04%.
Fenomena tersebut berbeda apabila dibandingkan dengan struktur simpanan perbankan dalam skala nasional. Deposito memberikan kontribusi Rp1.44,6 triliun atau 43,94% dari total DPK perbankan Indonesia Rp3.299,4 triliun. Sementara itu, dana murah (tabungan dan deposito) memberikan kontribusi sebesar 56,06% atau Rp 1.849,74 triliun.
Kondisi nasional itu tercermin dari DPK perbankan di daerah yang justru didominasi oleh simpanan jenis tabungan dan giro. Sebut saja Jawa Timur yang memiliki DPK terbesar kedua nasional, yakni Rp296,09 triliun, ditopang oleh tabungan Rp132,63 triliun, sedangkan deposito hanya Rp113,95 triliun, dan sisanya giro.
Begitu juga dengan Jawa Barat yang berada di urutan ketiga pengumpulan DPK perbankan, yakni Rp272,11 triliun, disokong oleh tabungan dan giro masing-masing Rp113,67 triliun dan Rp48,24 triliun.
DPK perbankan yang didominasi oleh dana mahal biasanya menjadi motor penggerak suku bunga perbankan. Pasalnya, bank akan sangat tergantung dengan dana korporasi untuk menjaga likuiditas. Oleh sebab itu, tak jarang bank memberikan bunga tinggi terhadap pemilik deposito.
Akibatnya, beban biaya dana melonjak yang memicu bunga kredit bertahan di level tinggi.
Apalagi saat ini suku bunga acuan mulai naik setelah selama 15 bulan bertahan di level 5,75% menjadi 6% pada bulan lalu. Gejolak simpanan deposito biasanya cepat terjadi saat ada kenaikan BI Rate. Dalam hal ini, deposan memiliki kekuatan besar untuk menyandera bankir agar mereka tetap dipertahankan dengan meminta bunga tinggi.