TEKANAN inflasi yang meningkat, ditambah dengan rupiah yang melemah telah memicu BI menaikkan BI rate. Namun, rupiah justru semakin melemah. Mengapa kebijakan menaikkan bunga tidak efektif dalam mempertahankan nilai tukar rupiah?
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi telah memicu kenaikan tekanan inflasi. Para ekonom memperkirakan inflasi tahun ini akan berada di kisaran 8%-9%.Dihadapkan pada inflasi yang meningkat dan pelemahan rupiah, bank sentral kita segera menaikkan BI rate sebesar 75 basis poin dalam 2 bulan terakhir ini.
Sekilas langkah tersebut adalah langkah yang wajar. Namun, kalau kita analisis lebih dalam, rasanya ada yang kurang tepat dari kebijakan tersebut.
Pertama, kenaikan tekanan inflasi akhir-akhir ini utamanya berasal dari kejutan dari sisi suplai (seperti kenaikan harga BBM), bukan karena kenaikan permintaan yang berlebihan.
Ilmu ekonomi sudah mengakui bahwa ketika tekanan inflasi berasal dari kejutan sisi suplai, kebijakan moneter kurang efektif untuk mengendalikan inflasi tersebut.
Penjelasan sederhananya, menaikkan suku bunga tidak akan membuat harga minyak dunia turun sehingga harga BBM di dalam negeri bisa diturunkan lagi. Kebijakan menaikkan bunga baru akan efektif menekan tekanan inflasi jika kenaikan bunganya cukup tinggi sehingga membuat ekonominya mulai mengalami kontraksi.
Artinya, aktivitas ekonomi turun dengan tajam, sehingga tingkat pengangguran pun cenderung meningkat. Dalam keadaan yang demikian, permintaan akan turun ke tingkat yang amat rendah sehingga harga pun akan turun.
Ini bukanlah pilihan kebijakan yang baik, karena masyarakat saat ini sudah cukup tertekan oleh kenaikan harga yang terjadi akhir-akhir ini. Kerangka inflation targeting yang saat ini diterapkan oleh BI memang mengajarkan kepada bank sentral untuk bereaksi terhadap setiap kenaikan tekanan inflasi, tanpa peduli penyebab kenaikan tekanan inflasi tersebut.
Hal ini diperlukan untuk menjaga kredibilitas sebuah bank sentral dalam menjalankan kebijakan pengendalian inflasinya.
Namun, sejak krisis 2007/2008 teori inflation targeting ini pun mu lai dipertanyakan. Kalau kita lihat lebih jeli, perekonomian AS sangat terpuruk karena mereka terlalu asyik memperhatikan inflasi, sehingga me lupakan variabel-variabel ekonomi yang lain.
Eropa pun terpuruk terlalu dalam karena ECB pada awal krisis utang Eropa juga terlalu kukuh berpatokan kepada inflasi, sehingga terlambat menurunkan bunga acuannya.
Ketika suatu teori kebijakan moneter gagal memberikan hasil yang diharapkan, rasanya kita perlu lebih berhati-hati dalam menerapkan lagi teori tersebut.
(Purbaya Yudhi Sadewa/Ekonom Danareksa Research Institute)
Baca selengkapnya: http://epaper.bisnis.com/index.php/ePreview?IdCateg=20130722141