Bisnis.com, JAKARTA - Perbanas Institute Tax Center(Pusat Kajian Pusat Kajian dan Studi Perpajakan Perbanas Institute) berupaya menjembatani kepentingan industri perbankan dan Direktorat Jenderal Pajak melalui kajian akademis dan ilmiah.
Salah satu upaya awal yang dilakukan Perbanas Institute Tax Center adalah dengan menggelar Diskusi Perpajakan Perbankan, Selasa (22/10).
Rektor Perbanas Institute Prof. Dr. Marsudi Wahyu Kisworo menjelaskan kegiatan itu merupakan kerja sama yang strategik antara Perbanas Institute dan DJP.
"Ke depan kami akan terus mengembangkan dengan mengundang Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) dan Asosisasi BPR (Perbarindo), serta stake holders sektor perbankan seperti pengusaha dan nasabah perbankan," ujarnya, dalam keterangan pers, Selasa (22/10).
Acara ini dikemas dalam bentuk Diskusi Panel Perpajakan Perbankan, yang mengadirkan sejumlah narasumber yang memiliki wewenang dan kompeten di bidangnya, yakni Dirjen Pajak Fuad Rahmany, Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono, Direktur BNI Yap Tjay Soen, Guru Besar Perpajakan Perbanas Institute Prof. Dr. John Hutagaol, dan sejumlah panelis dari pejabat DJP, Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia (STPI), dan praktisi Perbankan Nasional.
Diskusi Panel Perpajakan Perbankan dilaksanakan pada Selasa (22/10) pada pukul 09.00-15.00 WIB, bertempat di Ruang Seminar Griya Perbanas Unit IV Lt. 3, Kampus Perbanas Institute di kawasan Kuningan Jakarta Selatan, diikuti kurang lebih 80 peserta dari bank-bank anggota Perbanas dan Himbara, Dosen Perbankan dan Dosen Perpajakan Perbanas Institute.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Pemberian Dan Penghimpunan Data dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan yang berlaku mulai 1 Januari 2013.
Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk yang bersifat confidential seperti data dan informasi tentang nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada pihak lain termasuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Dalam bisnis dan praktik di dunia perbankan data dan informasi mengenai nasabah adalah salah satu aspek yang wajib dijaga kerahasiannya, sedangkan apabila hal ini dikaitkan dengan regulary policy tersebut di atas jelas tidak selaras dengan kebijakan dan praktik yang ada dalam bisnis perbankan," ujar Marsudi.
Hal tersebut adalah satu contoh dari kebijakan yang ada saat ini, masih ada lagi beberapa regulary policy dari DJP lainnya yang tidak selaras dengan kebijakan dalam bisnis dan praktik perbankan. Aspek lainnya yang juga perlu mendapat perhatian adalah seperti perlakuan dalam Taxable Income maupun perlakuan dalam Deductible Expense, serta beberapa ketentuan lainnya.
Berkenaan dengan hal itu, Perbanas Institute Tax Center memandang perlu urgensi diselenggarakannya kegiatan yang memberikan edukasi, sosialisasi dan sekaligus menyampaikan berbagai informasi yang diperlukan berkaitan dengan perpajakan perbankan. Terutama terkait dengan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Industri Perbankan kepada pelaku perbankan nasional yang terhimpun dalam Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) dan Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara).
"Bentuk kerja sama lainnya, Perbanas Institute akan melakukan kerja sama dengan DJP dalam bidang pelatihan perpajakan bagi karyawan bank, para wajib pajak (pengusaha), dan memberikan berbagai masukan yang positif dan kajian ilmiah kepada DPR sebagai salah satu penentu kebijakan dalam sektor pajak di Indonesia," ujar Marsudi.