Bisnis.com, SLEMAN - Geliat industri pengolahan kayu kerap kali menyisakan problem berupa limbah. Pegiat usaha mebel memiliki tantangan untuk mengolah limbah menjadi produk bernilai tambah.
Hal ini menjadi daya tawar Seken Living atau CV Seken, perusahaan furnitur asal Sleman, Jawa Tengah, yang telah merambah pasar global. Seken Living juga merupakan perusahaan penerima dukungan pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) alias Indonesia Eximbank.
Ferryal, pemilik Seken Living, bertutur bahwa usahanya telah bergulir sejak 2014 dengan memanfaatkan bongkaran kayu jati bekas dari bangunan-bangunan tua. Limbah tersebut lantas disulap menjadi perabot rumah tangga hingga aksesoris menarik.
“Kayu bekas itu aman sekali dipakai, untuk kualitas juga bagus sekali. Dan juga yang paling penting, kayu bekas itu sangat aman dan ramah lingkungan,” katanya kepada Tim Bisnis Indonesia Jelajah Ekspor 2025 di galerinya, Senin (30/6/2025).
Dalam menakhodai Seken Living, Ferryal menekankan adanya tiga aspek penting yakni planet, people, dan profit. Pemanfaatan kayu bekas menjadi bekal awal perusahaannya untuk menjalankan aspek pertama.
Dengan penggunaan kayu bekas, Seken Living mendorong siklus berkelanjutan karena tak perlu menebang pohon sebagai bahan baku. Material utama dipasok oleh penyuplai dari Jawa Timur, sehingga ekosistem ekspor dapat terjalin.
Mutu dari bahan baku tersebut pun terjamin. Menurut Ferryal, perusahaannya telah mengantongi beragam sertifikasi, salah satunya Sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) yang menandakan bahwa produk Seken Living merupakan hasil daur ulang kayu yang dikelola dengan baik.
Sertifikasi ini disebutnya menjadi bukti keabsahan yang dapat meyakinkan calon pembeli di pasar ekspor.
“Apalagi dengan sekarang di negara-negara maju, mereka sudah paham bagaimana aspek ramah lingkungan dari kayu-kayu re-cycle seperti ini,” tuturnya.
Selain dari segi material utama, dia menggarisbawahi bahwa aktivitas produksi Seken Living terbilang rendah emisi karena tak menggunakan banyak mesin. Hal ini berkait dengan aspek berikutnya, yakni people.
Ferryal memaparkan bahwa dampak sosial dari aktivitas perusahaannya mencakup penyerapan tenaga kerja dari warga setempat dan wilayah sekitar Sleman, yang saat ini jumlahnya mencapai sekitar 300 orang. Para pegawai menjalankan spesialisasinya masing-masing, mulai desain furnitur hingga finishing.
“Kami juga ada beberapa pelatihan untuk mereka, dan kami bekerja sama dengan beberapa lembaga lain untuk mewujudkan itu,” terangnya.

Ekspansi dari Pembiayaan LPEI
Sementara itu, dari aspek profit, dia menekankan pentingnya kapasitas ekspor Seken Living. Saat ini, perusahaannya mencatatkan rerata ekspor sebanyak 20 kontainer per bulan dengan jangkauan yang cukup merata, terutama benua Eropa, Amerika, Asia, hingga kawasan Timur Tengah.
Nilai ekspor yang dibukukan berada pada rentang US$40.000-60.000 per kontainer, bergantung kuantitas dan dimensi barang. Teranyar, Seken Living tengah menyiapkan ekspor satu kontainer berisi 500 unit furnitur campuran dengan valuasi sekitar Rp800 juta ke Amerika Serikat.
Kapasitas ekspor tersebut tak terbangun dalam waktu singkat. Ferryal berkisah bahwa perusahaannya pertama kali menerima dukungan pembiayaan dari LPEI pada 2020 alias di tengah situasi pandemi Covid-19.
Kala itu, terdapat fenomena menarik ketika pesanan produk Seken Living justru melonjak saat pagebluk. Pihaknya pun membutuhkan tambahan dana guna mempercepat proses produksi dan pengiriman ke luar negeri.
“Adanya bantuan LPEI yang jelas berdampak terhadap cash flow, apalagi dengan keadaan yang sedang tidak baik-baik saja. Di situ saatnya mulai merancang sesuatu, sehingga ketika semuanya membaik, kita sudah siap go,” jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut tetap relevan di tengah tantangan perekonomian saat ini. Di samping strategi diversifikasi ekspor yang diterapkan perusahaan, pihaknya juga berharap bahwa dukungan dari LPEI dapat terus berlanjut.
Dengan demikian, Seken Living maupun perusahaan lain yang menjalankan aktivitas ekspor dapat melakukan ekspansi usaha dan mewujudkan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
“Kami harapkan nanti bisa mengejar kapasitas ekspor yang lebih, terutama dengan adanya dukungan pembiayaan dari LPEI,” pungkas Ferryal.
Kepala Divisi Sekretariat dan Hubungan Kelembagaan LPEI, Dyza Rochadi mengatakan LPEI berkomitmen untuk tidak hanya memperluas akses pembiayaan ekspor, tetapi juga setiap dukungan yang diberikan selaras dengan prinsip keberlanjutan. "Melalui pendekatan berbasis ESG, kami mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, ramah lingkungan, dan berdampak sosial positif bagi masyarakat,” ujar Dyza.