Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi syariah harus kreatif memanfaatkan peluang pasar yang terbuka untuk menggenjot kinerja, di antaranya dengan mengembangkan produk hibrid hasil kolaborasi dengan institusi jasa keuangan syariah lainnya.
Tati Febriyanti, Sekretaris Jenderal II Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), mengatakan pendorong utama pertumbuhan bisnis asuransi syariah adalah sinergi dengan institusi syariah lainnya yakni industri perbankan syariah, multifinance syariah, dan institusi keuangan syariah lainnya.
“Potensi pasarnya sejauh ini memang masih segmented pada industri jasa keuangan yang bergerak di syariah juga. Ini kalau dimanfaatkan optimal sudah sangat bagus,” katanya, Rabu (6/11).
Selain sinergi antarlembaga jasa keuangan syariah, strategi lain yang dapat dikembangkan adalah kolaborasi antarperusahaan asuransi syariah, baik jiwa maupun umum (kerugian). Selain menawarkan beragam perlindungan melalui kerja sama co-asuransi, produk asuransi hibrid tersebut diharapkan memberikan penawaran berupa manfaat yang khusus ada pada asuransi syariah.
“Misalnya selain memberikan proteksi asuransi kendaraan juga ada benefit berupa wakaf atau infak,” katanya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri asuransi syariah mencatatkan premi bruto Rp4,21 triliun pada paruh pertama 2013, tumbuh 49% dibandingkan dengan Rp2,81 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara volume, pertumbuhan premi ditopang oleh perolehan premi asuransi jiwa syariah yang mencapai Rp3,48 triliun pada semester I/2013, naik 48% dibandingkan dengan Rp2,35 triliun pada semester I/2012.
Selain itu, asuransi umum syariah juga turut berkontribusi dengan membukukan premi bruto Rp730,19 miliar pada semester I/2013, melonjak 61% dibandingkan dengan Rp451,62 miliar pada periode yang sama 2012.