LEBIH dari 1,5 tahun tampuk kepemimpinan utama PT Bank Pembangunan Daerah Sumatra Utara tak berpenghuni. Hingga kini, kursi ‘empuk’ tersebut masih menunggu hasil uji kemampuan dan kepatutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, kekosongan itu tak sepenuhnya andil dari regulator yang sebelumnya dipegang oleh Bank Indonesia. Pemegang saham pengendali Bank Sumut berkali-kali mengajukan nama untuk mengisi posisi tersebut, tetapi terus ditolak karena tak memenuhi syarat.
Penunjukkan calon direksi merupakan hak penuh pemegang saham yang merupakan pemerintah daerah.
Tengok saja apa yang terjadi seusai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) medio Juni 2012. Saat itu, Bank Sumut baru saja ditinggal Direktur Utama Gus Irawan Pasaribu.
Hasil RUPSLB memutuskan pengangkatan tiga orang untuk mengendalikan operasional Bank Sumut, yakni Rizal Pahlepi sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama sekaligus Komisaris Independen, Rudi Dogar Harahap sebagai Direktur Umum, dan Zenilhar sebagai Direktur Syariah.
Keputusan itu pun ditolak mentah-mentah oleh BI. Pasalnya, tanpa melalui uji kemampuan dan kepatutan. Resmi sudah, Bank Sumut tak memiliki direktur utama. BI hanya menyetujui M. Yahya bertindak sebagai Direktur umum dan Zenilhar sebagai Direktur Pemasaran Syariah.
Pada November 2012, pemegang saham kembali mengajukan lima nama, yakni Rudi Dogar lagi-lagi sebagai calon Dirut, M. Syahril Ritonga sebagai calon Direktur Umum dan Operasional, Syarifuddin sebagai calon Direktur Bisnis dan Syariah, Agung Santoso sebagai calon Direktur Kepatuhan, dan Ester Junita sebagai calon Direktur Pemasaran.
Dari pengajuan dan pengujian, hanya Ester Junita yang lolos dan hingga kini menjadi pejabat definitif Direktur Pemasaran Bank Sumut. Sementara itu, M. Yahya menjabat sebagai pelaksana Direktur Operasional dan Zenilhar sebagai Direktur Syariah.
Pada Oktober 2013, pemegang kembali mengajukan dua nama yakni Yulianto Maris sebagai calon Direktur Kepatuhan dan Edie Rizliyanto sebagai calon Direktur Bisnis dan Syariah
Setelah menjalani pengujian, kedua nama tersebut lolos dan dinyatakan berhak menjabat sebagai direksi Bank Sumut. Pada RUPSLB, Kamis (30/1) lalu, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dengan muka sumringah menetapkan keduanya sebagai direksi baru Bank Sumut.
Yulianto sebelumnya sempat menjabat sebagai Kepala Kantor BI Batam, sedangkan Edie adalah mantan Vice President PT Bank Mandiri Tbk. Adapun, Zenilhar, secara terhormat diberhentikan dari jabatan Direktur Syariah.
Gatot pun memaparkan alasan pengajukan Yulianto dan Edie sebagai direksi. Keduanya berasal dari Sumut, pernah berkarier di tingkat daerah, nasional, bahkan internasional.
“Saya berharap mereka bisa membawa budaya profesional yang sudah dimiliki untuk penyempurnaan penerapan budaya profesional di Bank Sumut,” katanya.
Penetapan kedua nama tersebut kemudian menyisakan dua posisi, yakni Direktur Utama dan Direktur Operasional. Banyak pihak menyayangkan lambatnya PSP mengajukan nama untuk mengisi kekosongan tersebut, khususnya Direktur Utama.
Adapun, selama ini, Gatot hampir selalu menutup mulut rapat-rapat jika mendapat pertanyaan mengenai calon nama direksi yang diajukan PSP.
KEKOSONGAN DIREKSI
Pengamat ekonomi sekaligus staf pengajar IAIN Sumut Gunawan Benjamin menekankan pengisian kekosongan direksi harus segera dilakukan mengingat pada 2020 perbankan akan memasuki Asean Economic Community.
Bahkan, hingga Yulianto dan Edie ditetapkan sebagai direktur, Bank Sumut masih memiliki banyak pekerjaan rumah dan rencana tertunda yang harus diselesaikan di antaranya meningkatkan manajemen risiko dan mengembangkan bisnis perbankan komersial konvensional maupun syariah.
Kendati Bank Sumut merupakan bank lokal, tetapi memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan bisnis secara nasional, dan tentu saja regional. “Apalagi keduanya dari bank dengan skala bisnis yang lebih besar,” ucapnya.
Meskipun terjadi kekosongan jabatan direktur utama, dengan dipimpin tiga direktur sepanjang pertengahan 2012 hingga akhir 2013, rupanya tak memengaruhi kinerja Bank Sumut secara signifikan.
Sepanjang tahun lalu, Bank Sumut mencetak laba sebelum pajak mencapai Rp796 miliar. Direktur Pemasaran Ester Junita mengklaim pencapaian ini 120% dari target yang sebelumnya mereka tetapkan.
Sementara itu, aset tumbuh menjadi Rp22 triliun dan penyaluran kredit mencapai Rp17,11 triliun.
Adapun, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp16 triliun. Untuk non performing loan (NPL), Bank Sumut mencatat gross 3,75% dan net 1,5%. Rasio kecukupan modal yakni 14,46%.
Bandingkan dengan kinerja pada akhir 2012, yakni perolehan laba sebelum pajak Rp622 miliar dengan outstanding kredit Rp15,88 triliun. NPL gross 2,03% dan net 1,28%, serta CAR 13,24%. Kendati demikian, pada 2013, proyeksi laba setelah pajak masih tertekan akibat peningkatan beban pajak.
Dengan catatan kinerja di atas, beberapa pihak mempertanyakan, mengapa pemegang saham tak mempertimbangkan pengajuan nama dari internal Bank Sumut yang selama ini terbukti mampu mempertahankan kinerja?
“Kewenangan lagi-lagi sepenuhnya ada pada pemegang saham. Mereka punya hak prerogatif,” ujar Gunawan.
LSM Lembaga Penyalur Aspirasi Rakyat (Lempar) juga mempertanyakan hal serupa. Mereka mendorong para bupati dan walikota yang merupakan 54% pengendali untuk mendesak Gatot mengutamakan pejabat internal Bank Sumut sebagai calon Dirut dan Direktur Operasional.
Berkali-kali menerima protes serupa, baru seusai RUPSLB lalu, Gatot secara tegas menyatakan komitmen untuk memilih calon Dirut dan Direktur Operasional dari kalangan internal Bank Sumut.
“Ini sudah menjadi komitmen kami para pemegang saham. Saat ini kami sudah mengajukan nama-namanya. Berapa nama dan siapa saja, itu nanti saja lah. Kalau saya inginnya hari ini dilantik, tetapi kapan tepatnya kan menunggu OJK,” pungkas Gatot.