Bisnis.com, JAKARTA--Semakin besar bisnis suatu perusahaan lembaga keuangan, maka pelaku bisnis harus semakin berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya, sebab Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan semakin ketat mengalami perusahaan besar.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengungkapkan OJK bersama-sama dengan BI dan Lembaga Penjamin Simpanan akan mengkategorikan perusahaan keuangan yang berdampak sistemik (systemically important financial institutions/SIFI).
Nantinya akan ada sekitar 31 konglomerasi keuangan di Indonesia. Menurutnya, pengawasan yang lebih ketat untuk konglomerasi diperlukan karena interkoneksi keuangan yang semakin tinggi.
Kepala Subdivisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Arifianto mengatakan bahwa D-SIB (domestik sistematically import bank) merupakan bagian dari SIFI.
"Kalau DSIB itu lembaga bank saja. Namun kalau SIFI adalah seluruh sektor keuangan termasuk bank, asuransi, dana pensiun, multifinance," ungkapnya
Nantinya, SIFI akan mengkategorikan menjadi indikator keuangan seperti bank dan perusahaan keuangan lain, yang jika gagal akan berpotensi menyeret institusi keuangan lain, serta mengakibatkan gangguan ekonomi pada masyarakat.
Untuk konglomerasi, Doddy menuturkan pengawasan yang diberlakukan akan lebih ketat dibanding perusahaan lain. Dia mencontohkan dalam pengaturan modal bank umum yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
Adapun latar belakang lahirnya beleid tersebut yakni untuk meningkatkan kemampuan menyerap risiko krisis. Atau karena pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan bank, sesuai dengan standar internasional yaitu Basel III.
Pada tahun ini, beleid mewajibkan rasio modal inti bank minimum sebesar 6% dari ATMR dan rasio modal inti utama minimum sebesar 4,5% dari ATMR wajib dipenuhi bank. Doddy mengatakan jika ada bank yang masuk dalam sistem SIFI, maka akan diminta untuk menambahkan modal 2,5% dari ketetapan yang ditentukan.
Pembentukan tambahan modal sebagai penyanggah atau buffer akan dilakukan secara bertahap, mulai dari 0,625% dari ATMR pada 1 Januari 2016, lalu pada tahun berikutnya menjadi 1,25%, 1,875% dan 2,5% pada 2019. Rahmat mengatakan ketentuan yang lebih detail masih digodok oleh OJK, sebagai lembaga pengawas sektor keuangan.
Dalam beleid kewajiban modal tersebut, diatur bahwa pembentukan modal penyanggah juga didasarkan atas kondisi makroekonomi Indonesia sehingga pemberlakukan modal penyangga akan diarahkan pada D-SIB (domestik sistematically import bank) pada 2016.
Namun ada tiga kriteria perusahaan yang akan masuk dalam SIFI yakni dari sisi size (ukuran) perusahaan, substitutability (kemampuan substitusi) dan kerumitan bisnis perusahaan tersebut. Menurutnya, kini semua bank tak hanya menjalankan fungsi intermediasi, akan tetapi juga memiliki bisnis asuransi dan multifinance.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Novita Sari Simamora
Editor : Others
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
2 jam yang lalu
Revisi JP Morgan untuk Harga Saham Bank Jago (ARTO)
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
9 menit yang lalu
Dukung Pekerja, Uya Kuya Soroti Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
44 menit yang lalu
Pengamat Dorong Asuransi Syariah Cadangkan Risiko ke Reasuransi Global
9 menit yang lalu