Bisnis.com, JAKARTA—Tuntutan konsolidasi perbankan di dalam negeri demi menciptakan industri yang tangguh dinilai sulit terealisasi, paling tidak untuk saat ini.
“Kalau rencana [konsolidasi] tidak jelas, sepotong-sepotong ujungnya hanya akan ada penolakan,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono di Jakarta, Kamis (28/8/2014).
Dia menegaskan situasi tersebut juga berlaku untuk bank milik negara. Dia mencontohkan rencana konsolidasi PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Tabungan Negara Tbk yang urung terjadi meskipun sama-sama berstatus BUMN. “Padahal itu satu pemilik, yang menentang banyak.”
Sigit menilai saat ini wacana konsolidasi belum relevan karena belum ada cetak biru perbankan nasional. Menurut dia, penyusunan cetak biru tersebut harus melibatkan berbagai pihak terkait sehingga tercipta produk akhir yang sesuai konsensus.
Begitu pula dengan pembahasan RUU Perbankan yang kini tengah digodok DPR RI. Dia berharap pemerintah baru diberi kesempatan untuk ikut mengkaji aturan tersebut.
Parlemen, katanya, tidak perlu terburu-buru merampungkan RUU tersebut jika hanya demi mengejar kinerja di akhir jabatan. “Karena ini Undang-Undang yang strategis, tidak adil kalau pemerintah baru tak ikut mendalami, meski ini inisiatif DPR,” katanya.
Sigit mengakui industri perbankan tidak terlalu mempermasalahkan ketentuan baru dalam RUU tersebut asalkan sudah sesuai kesepakatan bersama.
Menurutnya pembatasan kepemilikan asing juga tidak perlu dipermasalahkan. Namun dia menilai ketentuan dalam draf RUU Perbankan yang menyebutkan maksimal 40% kepemilikan saham oleh pihak asing harus disepakati bersama lebih dulu.