Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Merger dan Akuisisi Mewarnai Aksi Korporasi Perasuransian Tahun ini

Beberapa pengamat perasuransian masih meyakini aksi korporasi merger dan akuisisi perusahaan asuransi di Indonesia bakal terus berlanjut pada tahun ini.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Beberapa pengamat perasuransian masih meyakini aksi korporasi merger dan akuisisi perusahaan asuransi di Indonesia bakal terus berlanjut pada tahun ini.

Indonesia dipandang sebagai negara yang memiliki pesona lebih menarik dibandingkan kawasan lainnya di Asia Tenggara. Apalagi, pemberlakuan momen Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) hanya tinggal hitungan bulan.

“Negara ini masih menarik karena menyimpan potensi demografi yang gemuk. Jika dilihat dari peluang yang ditawarkan, saya rasa asuransi jiwa lebih ‘seksi’,” ungkap Chief Executive Partner RSM AAJ Amir Abadi Jusuf di Jakarta, Minggu (8/3/2015).

Meski aksi korporasi tersebut bakal dihadang oleh polemik pembatasan kepemilikan saham asing di industri asuransi, Amir mengatakan minat investor internasional untuk masuk ke pasar Indonesia masih besar.

Sebut saja, persentase premi asuransi dari produk domestik bruto hanya sebesar 2,14% pada tahun lalu. Tidak hanya itu, data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan aset industri asuransi mengalami pertumbuhan rerata sebesar 18,8% setiap tahunnya sejak 2009 hingga 2014.

Seperti diketahui, Undang-undang Perasuransian yang baru disahkan pada tahun lalu mengamanatkan adanya pembatasan kepemilikan saham asing. Nantinya, peraturan detil terkait besaran saham asing dan lokal akan ditentukan dalam peraturan pemerintah (PP).

Namun, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai PP tersebut. OJK sendiri mengusulkan kepada pemerintah bahwa kepemilikan saham asing maksimal 60%, sehingga 40% sisanya harus dimiliki oleh investor dalam negeri.

“Ini kan masih belum pasti, semua harus menunggu keputusan final dari OJK. Intinya, trennya mengarah ke sana [M&A], baik lokal maupun luar negeri,” imbuhnya.

Menurutnya, kondisi ekonomi makro di kawasan Asia Timur, misalnya Jepang dengan pelonggaran moneternya, merupakan faktor pendorong bagi investor Jepang untuk memperbesar portofolionya di Indonesia.

Faktor lainnya juga didukung dengan pasar di Jepang yang sudah jenuh karena mayoritas populasinya adalah kelompok manusia lanjut (manula). Sebaliknya, Indonesia memiliki populasi sekitar 250 juta dengan mayoritas usia produktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper