Bisnis.com, SEMARANG — Kasus dugaan menguapnya uang kas daerah senilai Rp22,7 miliar milik Pemerintah Kota Semarang sedikit demi sedikit mulai menemui titik terang kendati masih dalam proses penyelidikan di kepolisian.
Selama ini, publik mendapati informasi banyak versi dari Pemkot Semarang yang menduga dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Semarang senilai Rp22 miliar yang tersimpan dalam bentuk rekening deposito di Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Semarang mendadak menguap begitu saja.
Lain halnya dengan pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengklaim BTPN tidak menyimpan atau memiliki atau pernah mengeluarkan deposito dengan nominal Rp22 miliar.
Berikut kronologi penyimpanan uang kas daerah Pemkot Semarang versi OJK Regional 4 Jateng dan DIY serta BTPN.
Pada 2007: Pemkot Semarang menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Bank BTPN dengan dana awal senilai Rp45 miliar. Uang sebesar itu semula tersimpan rekening giro. Pada hari berikutnya, diganti dalam bentuk simpanan deposito yang nilai terpecah dalam beberapa bilyet masing-masing Rp10 miliar, Rp5 miliar, Rp2 miliar dan Rp1 miliar.
Pada 2010: Dalam tenggat tiga tahun, total outstanding terbanyak diangka Rp57 miliar.
Pada 2010-2013: Terjadi pengambilan simpanan deposito secara berkala. OJK masih mengecek secara rinci nilai dalam kurun waktu tersebut.
Pada Januari 2013: Posisi terakhir uang dalam bentuk deposito terakhir diangka Rp514 juta dengan rincian masing-masing Rp400 juta, Rp100 juta dan Rp14 juta. Adapun simpanan dalam bentuk giro senilai Rp80 juta
Dari 2013-Maret 2015: Tidak ada mutasi rekening. Dan uang Pemkot Semarang yang tersimpan sesuai dengan posisi Januari 2013.
Kepala OJK Regional 4 Jawa Tengah dan DIY Y Santoso Wibowo mengatakan dalam kasus ini, OJK belum menemukan kejanggalan transaksi uang masuk dan keluar dari BTPN. Artinya, prosedur yang dilalui oleh BTPN untuk mengeluarkan sertifikat deposito sudah tepat sasaran.
“Saya melihat transaksi atau perpindahan ke rekening lain tetap menggunakan profil yang sama yakni atas nama Pemkot Semarang. Berarti bank sudah tepat mengeluarkan sertifikat deposito sesuai permintaan kuasa pemegang dana,” paparnya kepada Bisnis, Jumat (20/3/2015).
Perihal nominal uang kas daerah senilai Rp22,7 miliar yang disangkakan Pemkot Semarang masih tersimpan di BTPN Semarang, Santoso menegaskan tidak ada rekening deposito di bank tersebut dengan besaran puluhan miliar tersebut.
Selama ini, Pemkot Semarang mengklaim memegang satu sertifikat deposito dengan jumlah Rp22 miliar. Mulanya, pada Januari 2015 pemkot berupaya mengambil uang yang tersimpan di deposito dalam jumlah Rp22 miliar. Namun permintaan itu ditolak oleh BTPN karena sertifikat itu dianggap palsu.
"Saya terus terang kaget, sertifikatnya ada, rekening korannya ada tapi depositonya tidak diakui bank [BTPN]. Bank menilai sertifikat yang kami sodorkan palsu. Atas kejadian ini, saya lapor ke polisi,” ujar Kepala Dinas Pendapatan dan Keuangan Aset Daerah (DPKAD) Yudi Mardiana, beberapa hari lalu.
Lebih lanjut, Santoso mengakui OJK tidak mau berpolemik terlalu jauh mengenai proses hukum dari dua institusi yang saat ini masih ditangani pihak kepolisian.
“Kami hanya membeberkan data yang ada. Semua transaksi kan bisa kami pantau melalui pergerakan transaksi layanan transfer antar bank atau real time gross settlement (RTGS),” paparnya.
Selama ini, publik mendapati informasi banyak versi dari Pemkot Semarang yang menduga dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Semarang senilai Rp22 miliar yang tersimpan dalam bentuk rekening deposito di Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Semarang mendadak menguap begitu saja.
Lain halnya dengan pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengklaim BTPN tidak menyimpan atau memiliki atau pernah mengeluarkan deposito dengan nominal Rp22 miliar.
Berikut kronologi penyimpanan uang kas daerah Pemkot Semarang versi OJK Regional 4 Jateng dan DIY serta BTPN.
Pada 2007: Pemkot Semarang menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Bank BTPN dengan dana awal senilai Rp45 miliar. Uang sebesar itu semula tersimpan rekening giro. Pada hari berikutnya, diganti dalam bentuk simpanan deposito yang nilai terpecah dalam beberapa bilyet masing-masing Rp10 miliar, Rp5 miliar, Rp2 miliar dan Rp1 miliar.
Pada 2010: Dalam tenggat tiga tahun, total outstanding terbanyak diangka Rp57 miliar.
Pada 2010-2013: Terjadi pengambilan simpanan deposito secara berkala. OJK masih mengecek secara rinci nilai dalam kurun waktu tersebut.
Pada Januari 2013: Posisi terakhir uang dalam bentuk deposito terakhir diangka Rp514 juta dengan rincian masing-masing Rp400 juta, Rp100 juta dan Rp14 juta. Adapun simpanan dalam bentuk giro senilai Rp80 juta
Dari 2013-Maret 2015: Tidak ada mutasi rekening. Dan uang Pemkot Semarang yang tersimpan sesuai dengan posisi Januari 2013.
Kepala OJK Regional 4 Jawa Tengah dan DIY Y Santoso Wibowo mengatakan dalam kasus ini, OJK belum menemukan kejanggalan transaksi uang masuk dan keluar dari BTPN. Artinya, prosedur yang dilalui oleh BTPN untuk mengeluarkan sertifikat deposito sudah tepat sasaran.
“Saya melihat transaksi atau perpindahan ke rekening lain tetap menggunakan profil yang sama yakni atas nama Pemkot Semarang. Berarti bank sudah tepat mengeluarkan sertifikat deposito sesuai permintaan kuasa pemegang dana,” paparnya kepada Bisnis, Jumat (20/3/2015).
Perihal nominal uang kas daerah senilai Rp22,7 miliar yang disangkakan Pemkot Semarang masih tersimpan di BTPN Semarang, Santoso menegaskan tidak ada rekening deposito di bank tersebut dengan besaran puluhan miliar tersebut.
Selama ini, Pemkot Semarang mengklaim memegang satu sertifikat deposito dengan jumlah Rp22 miliar. Mulanya, pada Januari 2015 pemkot berupaya mengambil uang yang tersimpan di deposito dalam jumlah Rp22 miliar. Namun permintaan itu ditolak oleh BTPN karena sertifikat itu dianggap palsu.
"Saya terus terang kaget, sertifikatnya ada, rekening korannya ada tapi depositonya tidak diakui bank [BTPN]. Bank menilai sertifikat yang kami sodorkan palsu. Atas kejadian ini, saya lapor ke polisi,” ujar Kepala Dinas Pendapatan dan Keuangan Aset Daerah (DPKAD) Yudi Mardiana, beberapa hari lalu.
Lebih lanjut, Santoso mengakui OJK tidak mau berpolemik terlalu jauh mengenai proses hukum dari dua institusi yang saat ini masih ditangani pihak kepolisian.
“Kami hanya membeberkan data yang ada. Semua transaksi kan bisa kami pantau melalui pergerakan transaksi layanan transfer antar bank atau real time gross settlement (RTGS),” paparnya.