Bisnis.com, JAKARTA - Profesor asal Nanyang Business School Singapore Lee Boon Keng menegaskan agar negara-negara berkembang, khususnya Indonesia tidak bergantung pada kondisi dolar yang menguat dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.
"Kita jangan hanya bergantung pada dolar, kan masih ada mata uang renminbi," tegasnya dalam seminar Currency War, A New Monetary (dis) Order for the XXI Century di Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Bankir senior yang baru 'lulus' dari PT Bank CIMB Niaga Tbk Arwin Rasyid menanggapi bahwa pernyataan dari Lee Boon Keng merupakan ungkapan yang bersifat antisipasi atas menguatnya mata uang dolar dan dampaknya terhadap rupiah.
Arwin mengungkapkan hal yang terpampang nyata dengan menguatnya dolar adalah kondisi ekonomi Indonesia semakin melemah, ditambah lagi dengan pengaruh inflasi yang berasal dari barang-barang impor.
Lalu, kini kalangan pengusaha mencatatkan perlambatan bisnis yang melambat dari berbagai sektor. "Kepercayaan berbisnis saat ini lagi menurun, perlu ada stimulus supaya bisnis jadi meningkat," kata Arwin.
Ditambah dengan rencana the Fed yang akan menaikkan Fed Fund Rate, kata Arwin, dana berpotensi mengalir keluar negeri dan hal tersebut kian membuat rupiah makin melemah.
Pada kuartal I/2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 4,4% q-t-q ke level Rp12.807 per dolar AS. Nilai tukar rupiah mengalami tekanan seiring penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang.
Berdasarkan Bloomberg Dollar Index pada pagi ini,Kamis (28/5/2015), rupiah dibuka melemah 0,02% ke Rp13.191/US$. Pada Rabu (27/5/2015), rupiah menguat 0,23% ke Rp13.189/US$.