Bisnis.com, JAKARTA--Perlambatan ekonomi berimbas pada penurunan kualitas pembiayaan perbankan, tak terkecuali di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Chief Economist PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengatakan penaikan rasio kredit bermasalah (non perfoming loan/NPL) UMKM ini, selain disebabkan oleh perlambatan ekonomi, juga akibat sebagian debitur UMKM terkendala memenuhi kewajiban kepada bank karena usahanya terganggu oleh anjloknya omzet.
"Khususnya UMKM yang berorientasi ekspor," ujarnya kepada Bisnis.com.
Selain itu, menurut Ryan sebagian UMKM yang bergerak di sektor perkebunan, kontruksi, perdagangan eceran, dan pertambangan mengalami tekanan karena dampak penurunan kinerja ekonomi.
"Ke depannya, prospek UMKM akan lebih baik seiring dengan perbaikan ekonomi global dan Indonesia. Apabila ekonomi global dan nasional membaik, NPL UMKM akan turun," ujarnya.
Direktur Bisnis UMKM PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Djarot Kusumayakti menuturkan perseroan akan meningkatkan intensitas pembinaan serta pengawasan dan juga melakukan upaya penyelamatan aset dengan restrukturisasi.
Adapun bank spesialis segmen mikro ini menargetkan penyaluran kredit UMKM tumbuh sebesar 20% sepanjang 2015.
Sebelumnya, berdasarkan Laporan Nusantara Mei 2015 yang diterbitkan Bank Indonesia, NPL UMKM di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Kawasan Indonesia Timur (KTI) tercatat mengalami penaikan.
Level NPL Sumatera dengan penggerak utama sektor perkebunan dan Kalimantan dengan penggerak utama ekonominya sektor pertambangan telah melewati ambang batas 5%.
Sepanjang kuartal I 2015 rasio kredit bermasalah UMKM di Sumatera mengalami peningkatan dari 5,3% menjadi 5,9%. Di pulau ini, NPL tertinggi tercatat di Provinsi Aceh yang mencapai 13,2%.
Di kawasan Pulau Jawa, nilai pembiayaan yang disalurkan ke sektor wong cilik senilai Rp428,9 triliun atau tumbuh sebesar 16,9% dibandingkan kuartal I tahun lalu. Peningkatan nilai kredit ini dibarengi dengan penurunan kualitas kredit UMKM turun yang tercermin dari meningkatnya NPL dari 3,4% menjadi 3,8% secara tahunan.
Sementara itu, penyaluran kredit UMKM di Kalimantan perlu diwaspadai karena NPL telah melewati ambang batas aman 5% pada triwulan I/2015. Secara sektoral, risiko kredit UMKM tertinggi terdapat pada sektor kontruksi, transportasi dan jasa dengan masing-masing sebesar 11,1%, 8,2%, dan 8%.
Untuk KTI, rasio kredit bermasalah masih di bawah 5%, yakni 4,5% per tiga bulan pertama tahun ini. Namun, angka ini menunjukkan adanya perningkatan sebesar 40 basis poin dibandingkan kuartal I tahun lalu yang sebesar 4,1%.