Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) tengah berupaya untuk meminta relaksasi kepada regulator terkait dengan syarat mendapatkan pelonggaran loan to value (LTV) pada kredit properti dan kredit kendaraan bermotor.
Seperti diketahui Bank Indonesia mensyaratkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross perbankan untuk keseluruhan kredit dan kredit perumahan harus di bawah 5% untuk bisa mendapatkan pelonggaran LTV.
Ketua Umum Asbisindo Agus Sudiarto menuturkan asosiasi akan berjuang supaya regulator dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan relaksasi aturan LTV dengan hanya mensyaratkan NPL gross di pembiayaan perumahan di bawah 5%. Hal ini disebabkan beberapa bank syariah memiliki NPF gross untuk keseluruhan pembiayaan yang di atas 5%.
"Kami sedang mencoba, syarat hanya NPL konsumer yang di bawah 5%. Kami pasti akan perjuangkan lewat asosiasi, kalau satu persatu bank yang berjuang impact-nya enggak akan banyak," ucapnya di Jakarta, Selasa (7/7/2015) malam.
Agus yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri ini menjelaskan dengan adanya peraturan NPL gross untuk keseluruhan kredit harus di bawah 5%, perusahaan yang dipimpinnya belum bisa mendapat relaksasi tersebut. Hal ini disebabkan NPF perseroan per kuartal I/2015 masih di atas 5%, yakni 6,81%. Sedangkan NPF nett perseroan berada di level 4,41%.
Selain BSM, PT Bank Muamalat Tbk juga mencatatkan rasio pembiayaan bermasalah di atas 5%, yakni 6,34% per Maret 2015 untuk NPFgross dan 4,73% untuk NPF nett.
Direktur Keuangan dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya menuturkan NPF konsumer perseroan saat ini telah di bawah 5%, terlebih untuk pembiayaan properti lebih kecil dibandingkan NPF pembiayaan konsumer. Oleh karena itu, dirinya berharap regulator bisa melonggarkan persyaratan tersebut, sehingga BSM bisa memperoleh relaksasi LTV.
Adapun hingga akhir tahun ini, anak usaha PT Bank Mandiri Tbk tersebut berusaha menekan angka NPF perseroan di kisaran level 5%.
“Saat ini di BSM ada bagian khusus yang menanggani pembiyaan bermasalah, seperti melakukan penagihan khusus bagi nasabah bermasalah, jadi yang bertugas untuk mengurus bisnis tidak terpecah fokusnya,” tutur Agus.
BSM juga terus berupaya mempercepat proses lelang agunan nasabah bermasalah dan menggunakan jasa pengacara untuk menyelesaikan kasus pembiayaan bermasalah yang berat. Saat ini, dari target restrukturisasi pembiayaan bermasalah senilai Rp400 miliar, BSM telah berhasil menyelesaikan kurang lebih Rp178 miliar.