Bisnis.com, JAKARTA--Seiring dengan menurunnya permintaan kredit perbankan dari masyarakat, pertumbuhan utang luar negeri dari sektor perbankan melambat.
Berdasarkan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Juni 2015, pinjaman yang ditarik oleh pihak perbankan tercatat senilai US$31,77 miliar atau tumbuh 13,50% secara tahunan dibandingkan Juni 2014 yang senilai US$27,99 miliar.
Pertumbuhan ini melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 19,92% dari US$23,34 miliar pada Juni 2013.
Apabila dilihat secara month to month, utang luar negeri perbankan Tanah Air juga turun tipis dibandingkan Mei 2015 yang senilai US$31,82 miliar.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto menuturkan setelah Bank Sentral mengadakan pertemuan dengan beberapa bank nasional, kondisi saat ini bank siap melakukan penarikan ULN. Namun, melihat kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat bank-bank menunda untuk menarik ULN karena permintaan kredit menurun.
"Ini terlihat dari undisbursed loan yang terjadi peningkatan, baik untuk kredit rupiah atau valas," ucapnya di Jakarta.
Erwin menyebut undisbursed loan atau kredit yang belum ditarik oleh para debitur saat ini meningkat.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan per Mei 2015 jumlah kredit yang belum ditarik senilai Rp1.177,52 triliun atau meningkat sebesar 3,51% dibandingkan akhir tahun lalu (year to date).
Peningkatan ini lebih besar dibandingkan Mei 2014 yang tumbuh sebesar 0,16% secara year to date. Menurutnya, hal ini disebabkan pelaku industri sektor riil belum berniat untuk ekspansi atau mengembangkan usahanya di tengah kondisi ekonomi dunia dan domestik yang belum stabil.
Senada, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menuturkan bank-bank saat ini memilih menahan diri untuk menarik pinjaman dari luar negeri. Hal ini disebabkan permintaan kredit turun.
Berdasarkan Laporan Analisis Uang Beredar (M2) BI per Juni 2015 penyaluran kredit perbankan tercatat tumbuh sebesar 10,2% atau menurun dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 10,3%.
Bank-bank, kata Tirta, banyak yang setelah melunasi pinjamannya yang jatuh tempo, tidak menarik pinjaman lagi. Kendati banyak bank yang tidak menarik pinjaman, dirinya menuturkan bukan berarti kemampuan bank untuk membayar pinjaman rendah.
"Ini memang bank yang lagi enggak pingin narik aja, bisa saja karena masih melihat currency rate," katanya.
Adapun ketika bank-bank ingin menarik pinjaman dari lembaga internasional, Tirta mengatakan bank-bank harus memiliki persetujuan baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun BI. Pihak OJK akan memberikan persetujuan berdasarkan tingkat manajemen risiko bank dan rencana bisnis bank (RBB).
Sedangkan BI akan memberikan persetujuan apabila masih tersedia ruang bagi bank-bank Nasional. Saat ini kondisi plafon pinjaman luar negeri sektor perbankan masih lebar.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo menuturkan saat ini tidak ada pinjaman baru perseroan yang berasal dari luar negeri.
"Permintaan kredit valas kami turun. Dana pihak ketiga dalam bentuk valas juga kami kurangi," ujar Haru.
Adapun saat ini perseroan masih menunggu izin dari BI untuk pencairan komitmen pinjaman senilai US$500 juta dari 11 bank asing yang akan digunakan untuk refinancing utang yang akan jatuh tempo dan ekspansi kredit.
Selain itu, lembaga keuangan China Development Bank (CDB) juga direncanakan bakal memberikan komitmen pembiayaan senilai US$1 miliar kepada perseroan. Selain BRI, BNI dan Bank Mandiri juga bakal mendapat pinjaman US$1 miliar.