Bisnis.com, JAKARTA— Bank Indonesia (BI) mengubah batas nilai maksimum pembelian valas melalui transaksi spot yang dilakukan tanpa keperluan tertentu (underlying).
Sebelumnya BI menetapkannya pada titik US$100.000 per-bulan per-nasabah/pihak asing. Nilai tersebut diubah menjadi sebesar US$25.000 atau ekuivalennya per-bulan per-nasabah.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara melalui siaran resminya mengungkapkan, pembelian valas di atas US$25.000, diwajibkan memiliki underlying transaksi berupa seluruh kegiatan perdagangan dan investasi.
Selain itu, BI juga mengatur apabila nominal underlying transaksi tidak dalam kelipatan US$5.000, maka akan dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan US$5.000.
Namun Bank Indonesia menegaskan bahwa transaksi yang memiliki underlying, seperti untuk keperluan mengimpor barang, membayar uang sekolah dan biaya pengobatan di luar negeri, atau pembayaran utang luar negeri, tidak akan diberlakukan pembatasan.
Kebijakan pembatasan pembelian valas transaksi tanpa underlying tersebut, dilakukan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mengingat masih banyak terdapatnya permintaan valas yang tidak terkait langsung dengan kegiatan ekonomi riil (tanpa underlying transaksi).
“Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valas, dan mengarah pada kegiatan spekulasi,” kata Tirta.
Sehubungan dengan hal tersebut, BI melakukan perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik dan pihak asing.
Perubahan tersebut antara lain mengatur penurunan nilai transaksi spot yang diwajibkan untuk memiliki underlying transaksi.
Cakupan pengaturan ambang batas (threshold) tersebut selain mengatur transaksi nasabah kepada bank juga mengatur transaksi antara nasabah kepada kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bank dan KUPVA bukan bank.
Melalui adanya penyempurnaan ketentuan ini, diharapkan kondisi pasar valuta asing domestik akan lebih stabil dalam memenuhi kebutuhan riil masyarakat terhadap valuta asing untuk mendukung aktivitas ekonomi.