Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu segera mewajibkan perlindungan asuransi syariah bagi penjaminan atau underlying dalam penerbitan surat utang syariah negara. Hal itu diyakini bakal mendorong kinerja industri asuransi syariah yang hingga saat ini belum signifikan.
M. Shaifie Zein, pakar industri asuransi syariah, mengungkapkan surat utang syariah negara (SBSN) atau sukuk tentunya merupakan produk yang menggunakan prinsip islam. Dengan begitu, penjaminan sukuk sudah selayaknya dilindungi dengan asuransi yang juga berbasis nilai-nilai islam.
“Akan jauh lebih pantas sekiranya underlying [SBSN] diasuransikan di asuransi syariah,” ujarnya kepada Bisnis.com.
Mantan Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia ini menjelaskan jika hal itu dapat direalisasikan maka perolehan premi industri asuransi syariah dapat meningkat signifikan. Apalagi, jelasnya, pemerintah terus memacu nilai penjaminan SBSN.
Kondisi itu lebih lanjut akan memacu pelaku industri untuk mengembangkan sektor asuransi berbasis syariah tersebut.
“Premi asuransi syariah akan boosting karena underlying sukuk kan besar,” kata Shaifie yang juga merupakan Presiden Direktur PT Reasuransi Nasional Indonesia.
Karena itu, dia berharap pemerintah sebagai pihak yang menerbitkan sukuk dapat mendorong kebijakan tersebut. Pasalnya, hingga saat ini penjaminan sukuk juga masih dapat diberikan kepada asuransi konvensional. “Perlu ada political will dari pemerintah.”
Data Otoritas Jasa Keuangan mengenai ikhtisar data keuangan perusahaan asuransi syariah, baik asuransi jiwa, umum dan reasuransi berbasis syariah, menunjukkan nilai perolehan premi hingga Oktober 2015 mencapai Rp8,575 triliun.
Realisasi itu bertumbuh sekitar 11,65% dibandingkan perolehan periode yang sama pada 2014, yakni senilai RP7,68 triliun. Adapun, pada periode yang sama aset industri asuransi syariah itu bertumbuh 16,65%, dari Rp21,06 triliun menjadi Rp24,57 triliun.
Namun, kinerja asuransi syariah masih terbilang kecil dibandingkan dengan kinerja industri asuransi jiwa dan asuransi umum. Asosisasi Asuransi Umum Indonesia mencatata nilai perolehan premi pada akhir September 2015 mencapai Rp42,3 triliun.
Sedangkan hingga akhir September 2015, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia mencatat perolehan premi industri mencapai Rp100,80 triliun.
Wajib Syariah
Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, mengatakan pihaknya terus berupaya untuk mendorong peningkatan kinerja industri asuransi syariah. Salah satunya dengan mendorong kebijakan asuransi wajib syariah bagi underlying SBSN.
“Kami sudah usulkan. Dalam rapat-rapat sudah kami usulkan,” katanya kepada Bisnis.com.
Adapun, hingga akhir September 2015 nilai aset yang digunakan sebagai jaminan SBSN mencapai Rp12,5 triliun. Nilai itu diusulkan naik jauh lebih tinggi oleh Kementerian Keuangan, yakni mencapai Rp29,4 triliun, untuk penerbitan SBSN dalam beberapa tahun ke depan.