Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Disarankan Lakukan Langkah Singapura & Malaysia untuk Jadi Hub Reasuransi Dunia

Pemerintah sedang berusaha menekan defisit neraca reasuransi Indonesia yang terus melebar dalam tiga tahun terakhir.
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi umum di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi umum di Jakarta, Rabu (24/7/2024). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah sedang berusaha menekan defisit neraca reasuransi Indonesia yang terus melebar dalam tiga tahun terakhir. Salah satu solusinya adalah dengan mengundang reasuransi global berinvestasi di dalam negeri dan menjadikan Indonesia sebagai hub reasuransi global.

Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re Delil Khairat mengatakan negara Asia Tenggara (Asean) yang bisa menjadi benchmark bagi Indonesia adalah Singapura dan Malaysia.

"Yang paling dekat dengan kita mungkin Malaysia. Singapura sudah berkembang sedemikian pesat menjadi reinsurance hub untuk Asia, bahkan sudah mengalahkan Hong Kong, di mana begitu banyak perusahaan reasuransi yang punya kantor di Singapura dan kebanyakan bentuknya cabang," kata Delil kepada Bisnis, dikutip Senin (19/5/2025).

Delil menjelaskan Singapura memiliki struktur transaksi premi yang sangat berbeda dengan Indonesia. Dengan jumlah populasi hanya sekitar 5 juta jiwa, produksi premi domestik di Singapura tidak besar meskipun pendapatan mereka tinggi.

Namun, Delil mencatat arus premi yang masuk ke Singapura justru lebih banyak datang dari luar negeri dan diserap oleh perusahaan-perusahaan reasuransi global yang berkantor di sana sehingga neraca transaksi reasuransi mereka positif. Dalam hal ini, Delil mengatakan industri reasuransi di Singapura sudah berkembang sangat pesat.

"Kalau Malaysia sebenarnya juga sudah menjadi hub alternatif di kawasan Asia, paling tidak Asia Tenggara. Tentu tidak sebesar Singapura tapi paling tidak pemain-pemain besar reasuransi global punya kantor di Malaysia, ada Swiss Re, Munich Re, SCOR Re, Reinsurance Group of America (RGA) untuk jiwa, itu semua berkantor di Kuala Lumpur," jelasnya.

Delil menjelaskan, selain market reasuransi di Malaysia sudah diregulasi oleh Bank Negara Malaysia, negara jiran juga memiliki konsep offshore reinsurance di mana reasuransi yang bertempat di Pulau Labuan diatur dan dilisensi oleh Labuan Financial Services Authority (LFSA).

Sebagai konteks, Delil menjelaskan LFSA ini semacam OJK bagi perusahaan-perusahaan asuransi dan reasuransi yang mengambil lisensi usaha di Pulau Labuan Malaysia, sebuah pulau kecil di atas Kalimantan dan berdekatan dengan Brunei Darussalam.

Dalam hal pengaturan, perusahaan reasuransi yang beroperasi di onshore (daratan) tunduk pada aturan Bank Negara Malaysia, sedangkan reasuransi yang beroperasi di offshore (Pulau Labuan) tunduk pada regulasi LFSA.

"Regulasi dari offshore authority ini biasanya relatif lebih rileks daripada yang di onshore. Lalu biasanya ada paket-paket yang mendukung pertumbuhan seperti dengan mengurangi pajak, pajaknya sangat rendah bahkan ada windows (periode) di mana tidak ada bayar pajak sama sekali. Jadi untuk mendorong banyak perusahaan berlisensi di Labuan sehingga banyak premi yang masuk ke Malaysia," ungkapnya.

Konsep offshore seperti di Labuan ini mengadaptasi dari berbagai konsep serupa di beberapa negara. Delil mencontohkan seperti di Pulau Bermuda Britania Raya, Cayman Islands yang terletak di Laut Karibia, hingga Dublin yang ada di Irlandia. Konsep offshore reinsurance ini menawarkan regulasi pajak yang rendah sehingga ramah bagi investor untuk masuk.

Delil melanjutkan, apa yang dilakukan Malaysia itu bisa diadaptasi oleh Indonesia. Menurutnya Malaysia terbukti dapat menekan defisit neraca reasuransi mereka karena banyak premi luar negeri yang masuk ke sana melalui perusahaan reasuransi yang berkantor di Negeri Jiran.

Oleh sebab itu, Delil mendukung langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang saat ini bersama kementerian terkait sedang mengkaji regulasi yang bisa memberikan kelonggaran dan kesempatan perusahaan reasuransi global masuk ke Tanah Air.

"Intinya saya mendukung kebijakan OJK karena bagaimanapun reasuransi itu secara natural adalah bisnis global, jadi kita harus bisa menjadi bagian bisnis global dan caranya adalah harus bisa menjadi hub bisnis global. Terlepas dari besar kecilnya, dengan menjadi hub reasuransi global banyak perusahaan reasuransi yang beroperasi di Indonesia maka tentu banyak premi yang masuk, sehingga defisit neraca pembayaran menurun," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper