Bisnis.com, JAKARTA— Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menaikkan tarif impor disebut turut mengganggu stabilitas perdagangan internasional dan memberikan dampak berantai, termasuk terhadap industri asuransi dan reasuransi di Indonesia.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat mengatakan secara langsung tarif tersebut mungkin tidak berdampak langsung ke industri asuransi, tetapi efek dominonya perlu diwaspadai.
“Secara direct mungkin tidak ada dampaknya kepada industri asuransi. Tetapi kita memang harus mewawas badai domino efek dari penerapan tarif Trump ini,” kata Delil, dikutip Senin (28/4/2025).
Delil menjelaskan, langkah Trump yang mengenakan tarif lebih tinggi terhadap barang impor ke AS telah mengubah lanskap perdagangan internasional. Efisiensi biaya antarnegara menjadi terganggu sehingga barang-barang yang sebelumnya lebih murah menjadi lebih mahal.
“Perubahan landscape perdagangan itu akan juga mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Most likely akan negatif gitu ya. Jadi supply chain itu akan terganggu. Karena ekspor semakin mahal demand atas produk-produk negara eksportir termasuk kita mungkin menjadi berurun gitu ya. Manufacturer di kita mungkin juga akan terdampak. Mungkin mereka udah terlanjur bikin banyak barang tapi kemudian gak bisa dijual,” paparnya.
Dari sisi teknik asuransi, Delil mengidentifikasi tiga lini bisnis yang harus diwaspadai akibat perubahan tersebut, yakni asuransi properti, asuransi kargo laut (marine cargo), dan asuransi kredit perdagangan (trade credit insurance).
Baca Juga
Pertama, sektor properti dapat terdampak akibat penumpukan stok barang di gudang yang tidak terjual, menimbulkan potensi kerusakan atau bahkan fraud. Delil menjelaskan bahwa semakin lama barang disimpan di gudang, biaya sewa akan semakin membengkak, sementara risiko kerusakan produk juga meningkat.
Dia menambahkan, kondisi tersebut dapat memicu kenaikan risiko di sektor properti, baik akibat faktor alami seperti potensi kebakaran spontan pada tumpukan barang tertentu, maupun akibat tindakan fraud dari pihak yang terdesak secara finansial
Kedua, untuk asuransi marine cargo, volume perdagangan internasional yang berkurang akibat kenaikan tarif berpotensi menurunkan premi asuransi dalam jangka menengah.
“Trump tuh kan mengumumkan kenaikan tarif mendadak. Terus bisa jadi banyak barang yang sudah in the middle of ocean. Di perjalanan menuju Amerika. Ketika dia landing di Amerika, itu harganya udah beda. Karena ada pengenaan tarif,” katanya.
Ketiga, di lini asuransi perdagangan, potensi gagal bayar dari pembeli di negara tujuan ekspor meningkat, mendorong naiknya klaim pada trade credit insurance.
“Kan kebanyakan ekspor itu dilakukan on credit. Yang ekspor bayar dulu nih. Sorry, kirim dulu barangnya setelah 1, 2, 3 bulan baru dibayarin harganya. Nah kalau misalnya pembeli di sana gak bisa jual barang di Amerika, ada kemungkinan mereka gak bisa juga bayar harga untuk ekspor di negara lain. Maka kegagalan bayar ini akan ditutupi oleh TCI, trade credit insurance,” papar Delil.
Dalam konteks reasuransi, Delil menekankan pentingnya keseimbangan antara kemampuan industri domestik untuk menahan risiko (retaining) dan kebutuhan untuk menyebarkannya ke luar negeri (spreading).
“Kalau terjadi kepeningkatan reasuransi penempatan reasuransi di luar negeri, itu artinya apa? Secara logika berarti terjadi penurunan kemampuan menahan risiko di dalam negeri,” katanya.
Delil juga menyoroti dinamika siklus pasar yang sedang berlangsung, di mana Indonesia Re mendorong peningkatan disiplin pasar untuk memanfaatkan situasi hard market sejak 2023.
“Begitu kita udah selesai bernahin di dalam negeri, pemain luar masuk. Wah ini udah bagus nih market Indonesia nih, kita masuk lagi. Nah logika demand supply biasa sih, begitu supplynya makin banyak ya harga langsung turun juga,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa siklus hard market dan soft market adalah hal yang normal dalam industri asuransi dan reasuransi. Oleh karena itu, strategi bisnis Indonesia Re dibangun untuk menyesuaikan dengan siklus tersebut.
“Salah satu kerjaan kita di industri ini merangsuransi, mencoba mengelola cycle itu. Dan strategi kita, kita build around that cycle,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Ogi Prastomiyono mengatakan, sejumlah lini asuransi seperti marine cargo, asuransi kredit perdagangan, hingga asuransi kesehatan dan jiwa berpotensi terdampak oleh dinamika kebijakan proteksionis tersebut.
“Kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh AS dapat membawa dampak signifikan terhadap industri asuransi di Indonesia, terutama pada lini-lini asuransi yang terkait langsung dengan sektor perdagangan internasional dan logistik,” kata Ogi dalam jawaban tertulisnya pada Jumat (25/4/2025).
Menurut Ogi, lini asuransi marine cargo menjadi salah satu yang paling rentan terdampak karena tarif tinggi dapat mengganggu rantai pasokan dan menyebabkan keterlambatan pengiriman serta kerusakan barang. Kendati demikian, pemerintah tengah menempuh jalur negosiasi untuk menjaga stabilitas hubungan dagang dengan AS. Salah satu strategi yang dicanangkan pemerintah adalah meningkatkan volume komoditas impor dari AS, terutama produk agrikultur dan engineering.
“Selain itu, pemerintah juga menawarkan pemberian insentif fiskal dan nonfiskal kepada AS, yang diharapkan dapat membuka barang impor dari AS ke Indonesia dan juga turut menjaga daya saing ekspor Indonesia ke AS. Hal ini diharapkan akan menjaga asuransi marine cargo tetap tumbuh dengan adanya stabilitas bahkan peningkatan volume perdagangan,” papar Ogi.
Sementara itu, peningkatan tarif yang mendorong naiknya biaya bahan baku dan distribusi juga membawa risiko pada asuransi kredit perdagangan. Ketidakpastian arus kas perusahaan yang bergantung pada ekspor-impor dengan AS membuat proteksi terhadap gagal bayar menjadi semakin relevan.
“Tidak dapat dipungkiri adanya perang tarif AS berpotensi meningkatkan risiko klaim asuransi kredit khususnya terhadap arus kas perusahaan yang bergantung pada impor/ekspor dengan AS. Menanggapi hal ini, perusahaan asuransi perlu menilai kembali profil risiko dan memperkuat underwriting untuk mengurangi potensi kerugian,” kata Ogi.
Tidak hanya lini asuransi perdagangan, sektor kesehatan dan jiwa pun disebut berpotensi terdampak secara tidak langsung akibat tekanan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap daya beli masyarakat.
“Meskipun dampaknya tidak langsung, sektor asuransi kesehatan dan jiwa pun dapat terpengaruh oleh kebijakan tarif. Kenaikan biaya hidup yang disebabkan oleh tarif yang lebih tinggi dapat memengaruhi daya beli masyarakat, serta meningkatkan biaya klaim dalam asuransi kesehatan dan jiwa,” pungkasnya.