Bisnis.com, JAKARTA - Hagus Suanto berniat untuk mengajukan upaya hukum banding setelah majelis hakim menolak seluruh gugatannya terhadap Citibank Indonesia terkait pemberian status kredit macet.
Hagus Suanto selaku penggugat belum bisa menanggapi putusan majelis hakim tersebut karena berhalangan hadir saat persidangan. Pihaknya akan menunggu salinan putusan tersebut terlebih dahulu.
"Saya belum mengetahui detil putusannya, tetapi pasti akan ajukan banding," kata Hagus kepada Bisnis.com, Minggu (31/1/2016).
Dirinya tidak menghadiri sidang pembacaan putusan perkaranya tanpa memberikan alasan yang jelas kepada majelis hakim. Putusan tersebut dibacakan tanpa kehadiran penggugat dan tergugat III.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim Pudji Tri Rahadi mengatakan tergugat I yakni Citibank NA Indonesia tidak melakukan kesalahan seperti yang didalilkan penggugat.
"Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," kata Pudji dalam amar putusan yang dibacakan, Kamis (28/1/2016).
Dia menjelaskan tergugat I telah memberikan laporan mengenai sistem informasi debitur yang lengkap, tepat, dan utuh. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur.
Tergugat I, lanjutnya, wajib menyampaikan laporan mengenai sistem informasi debitur kepada Bank Indonesia. Laporan tersebut disampaikan setiap bulan mengikuti perkembangan keuangan penggugat sebagai debitur setiap bulan.
Berdasarkan sistem informasi debitur pada 11 Maret 2015 atas nama penggugat, fasilitas kartu kredit telah berada dalam status kredit macet atau mempunyai kolektibilitas 5.
Status utang penggugat juga sudah berstatus hapus buku yang menunjukkan kartu kredit dalam kondisi macet. Bank pemberi kredit akan menurunkan plafon sebesar sisa tunggakan utang.
Majelis hakim juga berpendapat setiap lembar tagihan atau billing statement wajib dikenakan bea materai. Bea materai menjadi terutang jika nasabah belum melunasi tagihan bulan sebelumnya.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Materai Menggunakan Cara Lain, imbuhnya, memberikan kewenangan kepada tergugat I untuk memungut pajak melalui biaya materai. Pengguna memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada tergugat I selaku bank penerbit kartu kredit.
Majelis hakim juga menilai klaim yang diajukan terkait penyampaian informasi yang tidak lengkap dan utuh adalah mengada-ada. Informasi yang diberikan kepada nasabah hanya bersifat umum, sedangkan kolektibilitas kredit dan konsekuensinya tidak diberikan.
Pudji juga menuturkan tergugat I sudah tepat dalam melakukan tindakan pemberian status kredit macet. Penggugat sudah tidak melakukan pembayaran, kendati sudah diberikan peringatan berulang kali.
Pemberian peringatan tersebut sudah cukup untuk mengingatkan penggugat akan kewajibannya. Pemberian status kredit macet merupakan konsekuensi dari sikap penggugat sendiri.
Menurutnya, sangat tidak berlandaskan hukum jika penggugat melampiaskan kesalahannya kepada tergugat I. Penetapan status tersebut tidak bertentangan dengan peraturan maupun surat edaran BI.
Pudji menjelaskan ketidakhadiran penggugat tidak mengurangi haknya dalam persidangan. Penggugat tetap diberikan hak yang sama dalam menggunakan upaya hukum lain.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat I Freddy enggan memberikan tanggapan terkait putusan tersebut. "Prinsipal tidak memberikan kami kuasa untuk memberikan komentar di media," ujarnya seusai persidangan.
Dalam perkara No. 471/PDT.G/2012/PN.JKT.SEL tersebut penggugat menuntut Citibank NA Indonesia, Citibank NA, dan Bank Indonesia. Hagus menuntut perusahaan perbankan tersebut untuk membayar ganti rugi senilai Rp1 triliun.