Bisnis.com, JAKARTA--Perbankan Indonesia diminta untuk menurunkan biaya pengeluaran (overhead) dari posisi saat ini 4% hingga 6% menjadi 3% hingga 4%. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk menurunkan bunga pinjaman menjadi 9% pada akhir tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus merumuskan strategi untuk menurunkan biaya pengeluaran (overhead) perbankan.
Saat ini biaya pengeluaran perbankan di Indonesia tergolong tinggi antara 4% dan 5%, bahkan ada yang 6%. Padahal negara lain seperti Thailand hanya 3%.
Dia menargetkan overhead harus bergerak ke level 3% hingga 4% dari marjin bunga bersih (nett interest margin/NIM). "Syukur-syukur bisa 3%," tegasnya di Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Bank diminta mempreteli satu per satu komponen biaya overhead mereka. Misalnya biaya sewa IT, gedung, dan gaji. OJK akan membandingkan biaya pengeluaran masing-masing bank.
Darmin menegaskan efisiensi perbankan tidak akan menurunkan profit yang mereka raih. Alasannya, pemerintah hanya mengarahkan pada penurunan NIM dan overhead, bukan laba bersih.
"Jadi kami main di input dan profitnya tetap, tapi mungkin tidak setinggi sekarang," jelasnya.
Apalagi, rasio pengembalian modal (return on equity/RoE) dan rasio pengembalian aset (return on assets/RoA) perbankan di Indonesia tertinggi di dunia. Darmin tidak mempermasalahkan RoA dan RoE yang tinggi, namun jangan tertinggi di dunia.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari aksi pemerintah untuk menurunkan bunga pinjaman menjadi menjadi 9% pada akhir tahun ini. Darmin menargetkan langkah-langkah penurunan bunga bakal mulai diberlakukan sebulan ke depan.
"Kami tidak akan mengatur tingkat bunga [pinjaman], yang diatur penyebab kenapa bunga tinggi seperti inflasi," tegasnya.
Darmin mengemukakan bunga pinjaman di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara lain. Dalam situasi perlambatan ekonomi dunia, Indonesia perlu menurunkan tingkat bunga agar investasi meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi terkerek.
Dalam rangka menurunkan bunga pinjaman, pemerintah bersama OJK dan Bank Indonesia memiliki tugas untuk merealisasikan ambisi tersebut. Selain pembatasan bunga BUMN dan special rate, pemerintah bertugas menjaga inflasi tidak lebih dari 4%.
Caranya dengan mengendalikan harga pangan yang menjadi penyebab utama inflasi. "Kemudian tarif-tarif yang dikendalikan pemerintah juga harus terkendali," tegasnya.
Adapun BI bertugas melakukan kajian agar kebijakan bunga moneter (policy rate) mendekati 4% hingga 5%. Menurut dia, policy rate terkait dengan likuiditas, bukan arus modal. "Sehingga bisa dipersiapkan," tambahnya.