Bisnis.com, SURABAYA - Gerakan nasional nontunai yang digencarkan Bank Indonesia dinilai sebagai salah satu opsi untuk membantu menekan peredaran uang palsu.
Hestu Wibowo selaku Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Komunikasi dan Layanan Publik Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur mengatakan peredaran uang yang tidak dilakukan secara tunai bisa meminimalisir potensi pemalsuan rupiah.
“Belakangan ditemukan lagi aksi penemuan uang palsu di Jawa Timur, seperti yang pada bulan lalu di Bandara Juanda,” ucapnya di sela acara bincang-bincang media di Kantor BI Jatim, Surabaya, Rabu (24/2/2016).
Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) digarap Bank Indonesia bekerja sama dengan 15 perbankan. Adapun bank yang terlibat di antaranya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT BNI (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Danamon Tbk.
Sosialisasi GNNT sebetulnya sudah dilakukan BI sejak 14 Agustus 2015. Program ini fokus utamanya untuk mengedukasi masyarakat tentang jasa sistem pembayaran di Tanah Air. Bank Indonesia berkewajiban menggalakkannya karena berperan sebagai pengawas kegiatan sistem pembayaran.
Sementara itu menyangkut peredaran uang palsu di Jawa Timur, Hestu mengakui GNNT hanya satu instrumen yang bisa dipakai untuk memperkecil peluang peredaran. Sebetulnya kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap sistem pembayaranlah yang paling penting.
“Kesadaran masyarakat ini juga berangkat dari sosialisasi program 3D, yaitu dilihat, diraba, dan diterawang saat menerima uang,” ujar dia.
BI meyakini semakin banyak kasus pemalsuan yang terjadi belakangan ini bukan disebabkan kasusnya yang meningkat. Sejak era Orde Baru aksi semacam ini sudah ada tetapi tidak banyak dipublikasikan media, seperti halnya isu korupsi.
Namun sejalan dengan era keterbukaan informasi, beragam kasus termasuk korupsi dan pemalsuan uang jadi sering diangkat ke permukaan. Adapun menyangkut kasus pemalsuan di Jawa Timur, analisa BI, uang palsu yang ditemukan kemungkinan sisa dari aksi serangan fajar saat pilkada.
Salah satu kasus pemalsuan yang ada di Jawa Timur belum lama ini terjadi di Bandara Internasional Juanda Sidoarjo. Tersangka adalah dua calon penumpang tujuan Pangkal Pinang, ditemukan dengan barang bukti uang palsu pecahan Rp100.000-an dan Rp50.000 nilainya sekitar Rp109 juta.