Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank J Trust Indonesia tetap ngotot permohonan pembatalannya tidak prematur karena PT Suharli Malaya Lestari belum melaksanakan pembayaran sama sekali.
Kuasa hukum PT Bank J Trust Indonesia Masyhudi S. Prawira mengatakan PT Suharli Malaya Lestari (SML) selaku termohon tidak memenuhi jadwal pembayaran berdasarkan perjanjian perdamian No. 8/Pdt.SUS.PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Perjanjian tersebut disahkan (homologasi) sejak 15 Juni 2015.
"Kalau sejak jadwal pembayaran pertama yaitu 23 Agustus 2015, termohon belum melakukan pembayaran, maka sudah bisa disebut lalai," kata Masyhudi kepada Bisnis, Minggu (27/3/2016).
Berdasarkan perjanjian perdamaian, lanjutnya, debitur berjanji menyelesaikan utangnya dengan tenor pembayaran hingga 12 bulan. Pembayaran utang pokok dan bunga pertama pada pada 23 Agustus 2015 sampai dengan 25 Juni 2016.
Akan tetapi, Bank J Trust Indonesia selaku termohon belum pernah mendapatkan pembayaran dengan nominal tertentu dari perusahaan garmen tersebut. Padahal, pembayaran yang harus sudah dilakukan oleh debitur hingga saat ini sudah mencapai Rp2,65 miliar.
Menurutnya, kelalaian pihak termohon sudah jelas yakni mengenai janji pembayaran, kendati klausul lain dalam perjanjian perdamaian ada yang sudah dilaksanakan.
Berdasarkan Pasal 170 ayat 2 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), imbuhnya, termohon tidak bisa membuktikan adanya pemenuhan skema pembayaran dalam berkas jawabannya.
Pasal tersebut berbunyi debitur wajib membuktikan bahwa perdamaian telah terpenuhi. Adapun, total utang debitur yang berdomisili di Kabupaten Bandung tersebut kepada Bank J Trust Indonesia mencapai Rp11,47 miliar.
Pihaknya berpendapat permohonan pembatalan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 170 Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Kreditur, lanjutnya, dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitur lalai memenuhi isi perdamaian tersebut. Debitur akan langsung dinyatakan pailit dan berstatus insolvensi jika perjanjian perdamaiannya dibatalkan.
Masyudi berpendapat dalam klausul tersebut tidak disebutkan kewajiban pemohon untuk menyertakan seluruh kreditur yang terkait dengan perjanjian perdamaian. Redaksional pasal tersebut berbunyi kreditur, bukan para kreditur.
Bank J Trust sebagai pemohon mengusulkan tim kurator yang terdiri dari Bhoma Satriyo Anindito dan Sahat Parulian jika debitur dinyatakan dalam pailit. Permohonan pembatalan perdamaian tersebut diajukan sejak 29 Februari 2016.
Dalam berkas jawabannya, kuasa hukum PT Suharli Malaya Lestari (SML) Musa D. Pane mengklaim kliennya tidak lalai karena belum melewati batas akhir pembayaran yang telah disepakati.
"Menurut putusan homologasi, jadwal pembayaran pokok dan bunga berakhir pada 25 Juni 2016, sedangkan permohonan pemohon sudah diajukan sejak 29 Februari 2016," tulis Musa dalam berkas yang diterima Bisnis.
Hingga saat ini termohon, lanjutnya, sedang berupaya untuk memenuhi kewajiban kepada pemohon dengan total tagihan Rp11,47 miliar.
SML juga telah memenuhi klausul dalam perjanjian perdamaian, salah satunya mencabut beberapa perkara perdata yang dilayangkan terhadap para kreditur. Termohon telah mencabut perkata No. 105/Pdt.G/2015/PN.Bdg terhadap BRI dan No. 131/Pdt.G/2015/PN.Bdg terhadap Bank J Trust Indonesia.