Bisnis.com, JAKARTA— Penetrasi industri asuransi syariah sepanjang kuartal I/2016 tercatat tumbuh moderat dibandingkan dengan realisasi pada akhir tahun lalu.
Otoritas Jasa Keuangan, dalam Ikhtisar data keuangan mengenai kinerja asuransi syariah per Maret 2016, mencatat pendapatan premi atau kontribusi bruto industri asuransi syariah mencapai Rp2,75 triliun.
Dari jumlah itu, asuransi jiwa syariah masih berkontribusi paling dominan, yakni dengan kontribusi bruto senilai Rp2,17 triliun. Sektor asuransi umum dan reasuransi syariah masingmasing mencatatkan kontribusi bruto sebesar Rp488 miliar dan Rp97 miliar.
Dengan realisasi pendapatan domestik bruto (gross domestic bruto/GDP) senilai Rp2.885 triliun, maka penetrasi industri asuransi syariah mencapai 0,10%. OJK mencatat, pada periode itu penetrasi industri asuransi jiwa syariah mencapai 0,075% dan asuransi umum syariah sebesar 0,017%.
Capaian penetrasi per Maret 2016 itu ternyata mengalami peningkatan tipis. Pasalnya, dengan asumsi total GDP pada Desember 2015 senilai Rp11.541 triliun dan total premi industri sebesar Rp10,49 triliun, penetrasi sektor asuransi syariah telah mencapai 0,09%.
M. Shaifie Zein, pengamat industri asuransi syariah, mengungkapkan sosialisasi dan edukasi terkait dengan industri asuransi syariah masih terbilang minim. Hal itu dinilai menjadi faktor yang memengaruhi kurang signifikannya pertumbuhan penetrasi industri.
Karena itu, dia mengatakan sudah saatnya pelaku industri lebih terbuka dan gencar melaksanakan hal tersebut.
“(Pelaku asuransi) syariah harus speak up. Sosialisasi dan edukasi publik harus diperkuat,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (9/5/2016).
Shaifie yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Reasuransi Nasional Indonesia, mengungkapkan para pelaku industri dapat menginisiasi kegiatan bersama yang dapat melibatkan banyak pihak. Di samping itu, jelasnya, para pelaku mesti menggandeng media massa untuk mendorong hal tersebut.
“Sejak dua tahun terakhir, saya kira, jarang sekali kami membaca tentang asuransi syariah.”
KINERJA PERBANKAN
Faustinus Wirasadi, Direktur Operasional PT AXA Financial Indonesia menuturkan perkembangan tingkat penetrasi industri asuransi sangat terkait dengan kinerja industri perbankan. Hal itu pun berlaku pada sektor jasa keuangan berbasis syariah.
Karena itu, dia menilai penetrasi industri asuransi syariah akan sejalan dengan perkembangan perbankan syariah.
“Jika lini syariah perbankan tumbuh cepat, maka selanjutnya asuransi syariah akan tumbuh mengikutinya,” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Faustinus menuturkan tingkat penetrasi industri asuransi juga masih dihadapkan pada kendala minimnya literasi jasa keuangan. Kendati begitu, dia meyakini sejumlah langkah edukasi dan sosialisasi yang telah didorong pemerintah, otoritas, dan pelaku industri akan membantu peningkatan literasi.
Adapun, data OJK menunjukkan penetrasi sektor asuransi jiwa syariah pada Maret mengalami penurunan sebab pada akhir tahun lalu realisasinya mencapai 0,076%. Sedangkan, penetrasi asuransi umum syariah melonjak dari 0,012% pada akhir tahun lalu menjadi 0,017% pada akhir Maret 2016.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB), Otoritas Jasa Keuangan, Firdaus Djaelani mengungkapkan IKNB memang cukup menjanjikan. Pasalnya, dia menilai hingga akhir tahun lalu aset IKNB masih mampu bertumbuh signifikan kendati kondisi ekonomi nasional kurang kondusif.
“Industri ini cukup menjanjikan sebab lihat saja tahun kemarin aset IKNB tetap tumbuh,” ungkapnya.
Firdaus menuturkan pihaknya akan mendorong kinerja industri dengan berbagai program yang sudah disiapkan untuk sepanjang tahun ini. Dia optimistis sejumah program dan kebijakan mampu memacu pertumbuhan yang lebih tinggi terhadap kinerja industri.
OJK sebelumnya telah mengeluarkan peta jalan atau roadmap IKNB syariah yang dinilai akan memberikan harapan bagi pelaku industri untuk memperkuat kapasitas bisnisnya.
Otoritas menyatakan fokus yang diatur dalam roadmap untuk penguatan bisnis syariah antara lain sinergi antarkelembagaan IKNB syariah, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan sosialisasi untuk penetrasi asuransi syariah.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) berharap poin-poin roadmap tersebut dapat segera direalisasikan agar target pertumbuhan dapat tercapai. Salah satu relaksasi yang diharapkan segera terealisasi adalah agen asuransi dari perusahaan yang masih berada dalam satu perusahaan dapat memasarkan prdouk konvensional maupun syariah.
Adapun, AASI memperkirakan kontribusi alias premi bruto industri mampu tumbuh di kisaran 25%—30% pada 2016 setelah hanya tumbuh belasan persen pada tahun lalu.