Bisnis.com, JAKARTA - Tingginya peningkatan PDB dan pertumbuhan kredit konsumen di Indonesia menjadi celah untuk meningkatnya penipuan kredit.
Dalam laporan dari Experian Asia Pacific, perusahaan jasa informasi, berjudul The Economics of Fraud: Mitigating Risk Amidst Fast Growth and Innovation disebutkan bahwa dalam skala 1-5 (5 adalah keadaan terparah) Indonesia merupakan negara tersibuk di Asia Pasifi (dengan skala 4.6) dalam menangani penipuan dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Australia (skala 3) dan Selandia Baru (skala 3.1).
“Pasar-pasar yang bertumbuh cepat seperti Indonesia memiliki risiko tinggi dalam penipuan aplikasi kredit (86%),” ujar laporan tersebut seperti dikutip Selasa (24/5/2016).
Sekitar 86% perusahaan-perusahaan jasa keuangan Indonesia setuju bahwa penipuan aplikasi kredit bertumbuh dengan cepat.
Sementara itu, berdasarkan laporan yang sama, 2Checkout, sebuah perusahaan yang mengawasi penipuan dalam transaksi online menempatkan Indonesia dalam posisi terendah di indeks dunia dengan angka yang terpaut cukup jauh untuk kasus penipuan transaksi online.
“Dengan adopsi cepat akan perdagangan elektronik dan mobile, negara-negara dengan perkembangan cepat sekarang menghadapi risiko serangan penipuan dalam jumlah dan jenis yang semakin banyak,” kata Jeff Price, Managing Director of South East Asia, Experian.
Dia juga mengatakan meskipun banyak perusahaan terkemuka sudah memiliki langkah-langkah pencegahan penipuan, langkah-langkah tersebut harus lebih diperkuat. seiring meningkatnya kecanggihan penipuan.
Tanggung jawab perusahaan adalah untuk melakukan evaluasi ulang, menemukan ulang dan menginovasikan langkah-langkah pencegahan penipuan
Laporan ini juga mengungkapkan bahwa 59% perusahaan di Asia Pasifik mengantisipasi peningkatan penipuan dalam lima tahun mendatang dan lebih dari setengah perusahaan yang disurvei (51%) mengindikasikan bahwa mereka menghabiskan lebih banyak waktu dan investasi untuk mencegak penipuan.