Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah ketentuan baru bagi penyelenggaraan koordinasi manfaat antara penyelenggaran Jaminan Kesehatan Nasional dengan pelaku asuransi swasta tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 4/2016 yang mulai berlaku 1 Juli 2016.
Irfan Humaidi, Juru Bicara BPJS Kesehatan, mengungkapkan Peraturan BPJS Kesehatan tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional itu akan menyempurnakan pelaksanaan koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB). Skema tersebut telah diamanahkan Undang-Undang No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, khususnya Pasal 23, Ayat 4.
Selain itu, bentuk layanan tersebut diperjelas dalam, Pasal 25 dan 27, Peraturan Presiden No.19/2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan. “Aturan program JKN-KIS [Kartu Indonesia Sehat] ini selalu ada dinamika dan perbaikan. Ini pun menyempurnakan aturan sebelumnya dengan detil lebih teknis,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (13/7/2016).
Irfan menjelaskan sejumlah ketentuan baru atau berbeda dengan implementasi skema COB sebelum 1 Juli 2016 pun nampak dalam peraturan anyar ini. Salah satunya, kata dia, terkait pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi sudah menjalin kemitraan dengan asuransi kesehatan tambahan. Irfan menjelaskan dengan hadirnya peraturan ini nantinya asuransi kesehatan tambahan juga akan menjadi pembayar pertama dalam pelayanan rawat inap tingkat lanjutan (RITL).
Artinya, asuransi kesehatan tambahan akan membayarkan terlebih dahulu seluruh tagihan dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) kemudian diajukan kepada BPJS Kesehatan untuk memeroleh penggantian klaim. BPJS Kesehatan, jelasnya, akan memberikan penggantian klaim maksimal sesuai tarif Indonesia Case Based Groups (Ina-CBGs) rumah sakit kelas C di regionalnya. Jika tagihannya lebih rendah dari tarif Ina-CBGs, maka badan penyelenggara JKN itu hanya membayar paling banyak sesuai nilai klaim. “Kalau dulu BPJS Kesehatan yang bayar duluan. Kalau ada on top benefit, baru dibayarkan asuransi kesehatan tambahan,” ujarnya.
Di samping itu, Irfan menuturkan peraturan ini mendorong percepatan akses layanan JKN dengan sejumlah koordinasi lain antara asuransi kesehatan tambahan dengan BPJS Kesehatan. Misalnya, sebut dia, terkait kepesertaan. Nantinya, dia mengatakan pendaftaran peserta bisa langsung melalui perusahaan suransi komersial yang menjalankan COB. Setelah itu, perusahaan asuransi lah yang mendaftarkan peserta kepada BPJS Kesehatan.
Koordinasi itu pun berlaku untuk pembayaran iuran BPJS. Menurut dia, peserta atau badan usaha pemberi kerja bisa membayarkan iuran melalui perusahaan asuransi kesehatan tambahan. Kerja sama ini, sebutnya, mengandaikan hadirnya sebuah produk khusus asuransi kesehatan yang menyediakan celah bagi penyelenggaraan COB. “Ini mempermudah. Jika memungkinkan pun pembayaran premi produk bersama itu bisa lebih ringan, karena tidak double cost.”
Lebih lanjut, Irfan menuturkan pihaknya sudah mulai mensosialisasikan peraturan tersebut. Dia menyatakan hingga saat ini terdapat 52 perusahaan asuransi yang terdaftar sebagai mitra penyelenggara COB. Namun, jelasnya, hanya sekitar sembilan asuransi yang aktif memasarkan produk asuransi kesehatan dengan program itu. Adapun, data BPJS Kesehatan per Mei 2016 mencatat terdapat 100 badan usaha dengan 195.244 jiwa yang terdaftar sebagai peserta COB.