Bisnis.com, JAKARTA -- Potensi layanan keuangan digital di kawasan negara emerging market atau berkembang dinilai sangat besar. Selain itu, layanan keuangan digital pun memang dibutuhkan pula untuk literasi keuangan.
Grace Retnowati, Country Manager Indonesia MicroSave, mengatakan keuangan digital mempunyai potensi menyediakan akses keuangan kepada lebih dari 1,6 miliar masyarakat di semua negara berkembang. Adapun, lebih dari setengah jumlah itu adalah perempuan.
Selain itu pembayaran menggunakan perangkat mobile dalam layanan keuangan diggital juga dapat mengurangi biaya layanan keuangan sebesar 80%-90%. Dengan berkurangnya biaya itu, maka bisa membuat penyedia jasa layanan yan lebih murah kepada masyarakat.
Di sisi lain, keuangan digital juga telah mendorong pertumbuhan pendapatan domestik bruto (PDB) di negara-negara berkembang senilai U$3,7 triliun pada 2015 atau meningkat 6% dibandingkan dengan layanan keuangan konvensional.
"Meningkatnya PDB di negara berkembang juga bisa mampu menciptakan lebihh dari 95 juta lapangan pekerjaan di seluruh sektor," ujarnya dalam media briefing pada Rabu (12/10).
Di Indonesia sendiri sudah ada dua program terkait layanan keuangan digital maupun branchless banking, yaitu Layanan Keuangan Digital (LKD) dari Bank Indonesia (BI) dan Laku Pandai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
LKD sudah mulai berjalan sejak Mei 2013 dan melalui masa ujicoba selama enam bulan pertama sampai November langsung menghasilkan 2.833 rekening dan 8.978 transaksi, sedangkan sampai Juli 2016 total rekening melonjak jadi 1,23 juta rekening.
Untuk Laku Pandai, sejak diluncurkan pada 2015 sampai Juni 2016, dari segi jumlah rekening sudah melonjak menjadi 1,62 juta dibandingkan dengan Juni 2015 yang baru 35.984 rekening.
Jumlah outstanding tabungan Laku Pandai pun turut melonjak sampai Juni 2016 menjadi Rp63 miliar dibandingkan dengan Juni 2015 yang baru Rp2,9 miliar.