Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Singapura mempertahankan stimulus moneternya serta menyimpan amunisi untuk tahun depan, sejalan dengan kontraksi PDB negara yang menggantungkan ekonominya pada ekspor tersebut akibat melemahnya permintaan global.
Dalam pernyataannya hari ini (Jumat, 14/10/2016), seperti dilansir Bloomberg, Monetary Authority of Singapore (MAS) menjelaskan perlunya langkah netral dalam waktu yang lebih lama, setelah mengambil langkah pelonggaran sebanyak dua kali pada 2015 dan April tahun ini.
MAS juga menyatakan bahwa pertumbuhan negara tersebut tidak akan naik secara signifikan tahun depan, menyusul laporan penurunan produk domestik bruto (PDB) tahunan sebesar 4,1% pada kuartal ketiga dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Laporan pertumbuhan PDB tersebut bahkan lebih buruk dari prediksi yang paling pesimistis dalam survey Bloomberg.
Ekonomi Singapura lebih mudah terdampak oleh tren perdagangan global dibandingkan dengan negara-negara sewilayah lainnya. Hal itu dapat mendorong para pembuat kebijakan untuk melanjutkan langkah pelonggaran moneter tahun depan.
Di sisi lain, ada pula kemungkinan beralih ke langkah-langkah fiskal untuk menopang perekonomian, seperti halnya yang diterapkan oleh bank sentral di Asia mulai dari India hingga Indonesia yang menambah stimulusnya demi menangkal permintaan global yang lesu.
“Hal utama bagi mereka [Singapura] adalah risiko global. Singapura memilih menyimpan amunisinya. Pada saat yang sama, tren global bergeser dari moneter ke arah kebijakan fiskal,” ujar Philip Wee, Ekonom mata uang senior DBS Group Holdings Ltd.
MAS, yang menggunakan mata uang sebagai alat kebijakan utamanya, menjelaskan akan mempertahankan kebijakan penguatan nol persennya pada nilai tukar, seperti yang diprediksi oleh 21 dari 24 Ekonom dalam survey Bloomberg.
Nilai tukar dolar Singapura terpantau melemah 0,45% atau 0,0062 poin ke 1,3874 per dolar AS pada pukul 14.43 WIB, level terlemah dalam tujuh bulan.