Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Implementasi E-Money Jangan Setengah Hati

Fuad Yudha sedang mengantre di loket kawasan Candi Prambanan saat ia melihat sebuah banner promosi yang menyatakan Masuk Kawasan Candi Prambanan Bisa Pakai Kartu e-money.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com,  JAKARTA - Fuad Yudha sedang mengantre di loket kawasan Candi Prambanan saat ia melihat sebuah banner promosi yang menyatakan Masuk Kawasan Candi Prambanan Bisa Pakai Kartu e-money . Banner itu terletak tepat disamping pintu masuk elektronik yang ditempeli sticker logo milik salah satu bank pelat merah.

Sebagai nasabah, Fuad pun berminat untuk mencobanya. "Buat apa ikut antrean kalau ternyata bisa pakai cara cepat seperti ini," pikirnya. Ia pun keluar dari barisan dan menghampiri petugas yang berdiri di samping pintu masuk.

Namun betapa kecewa Fuad saat diberitahu oleh petugas tersebut kalau kartu e-money miliknya tak bisa dipakai. Dia disarankan untuk membeli tiket seperti biasa.

Singkat kisah, setelah puas berkeliling Fuad bermaksud membeli buah tangan di pasar souvenir yang terletak di pintu keluar kawasan wisata. Lagi-lagi dia disambut oleh spanduk besar yang menyatakan Belanja Ole-Ole Bisa Pakai Kartu e-money. Dia pun penasaran, apakah kali ini kartu e-money miliknya berguna atau tidak.

Dan untuk kedua kalinya dia harus kecewa. Meskipun tepat di atas toko souvenir itu terpampang jelas promosinya, ternyata itu hanya pepesan kosong. Malah penjelasan dari si pedagang semakin membuatnya tercengang.

"Dulu sih bisa mas tapi cuma sehari pas ada menteri yang datang. Saya cuma dipinjami mesin EDC buat buktikan kalau transaksi e-money sudah bisa dipakai disini. Eh, sorenya diambil lagi mesinnya," ujar pedagang tersebut seraya tertawa.

Mei 2012 silam, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko memang telah meneken kerja sama untuk transaksi e-money. Salah satu bentuknya adalah membuat kartu e-money dapat digunakan untuk akses masuk ke Candi Prambanan. Tujuannya agar pangunjung tak perlu lagi mengantre lama di depan loket. Selain itu bila ingin berbelanja di kawasan candi cukup memakai e-money tersebut.

Nun jauh di Jakarta kendala serupa juga dialami oleh pedagang makanan di kawasan wisata Monumen Nasional (Monas). Pembayaran nontunai diberlakukan oleh pengelola Lenggang Jakarta Monas kepada seluruh pedagang kuliner sejak kawasan itu diresmikan pada Mei 2015 lalu. Dengan pembayaran menggunakane-money, keuntungan pedagang masuk ke rekening sendiri.

Namun belum maraknya penggunaan e-money membuat dilema para pedagang. Di satu sisi para pedagang khawatir kalau menolak transaksi tunai bakal kehilangan pembeli. Namun disisi lain mereka juga diminta pengelola hanya melayani pembayaran nontunai.

Memang untuk memudahkan pengunjung disediakan tempat pembuatan e-money di area Lenggang Jakarta. Cukup mengeluarkan uang Rp20.000 sudah bisa membuat kartu. Tempat pembuatan ini juga bisa digunakan untuk top up untuk saldo yang hampir habis. Hanya saja tak semua pembeli mau memanfaatkannya. Kenyataan tersebut belum sejalan dengan rencana besar bank-bank pemilik bisnis kartu plastik tersebut.

Keuangan Digital

Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sis Apik mengatakan tekad untuk menjadi bank terdepan dalam layanan keuangan digital pada 2020. Menurut dia, masa depan dunia digital akan jadi tumpuan perbankan sehingga pihaknya ingin membangun ekosistem digital sedini mungkin agar dapat bersaing.

"Caranya dengan mengajak masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi digital. Ini merupakan edukasi," katanya.

Di samping itu, untuk masyarakat urban BRI gencar mengkampanyekan gaya hidup cashless. Salah satunya dengan mengajak nasabah menggunakan uang elektronik atau e-moneydalam transaksi sehari-hari. Hingga kuartal III/2016 total uang elektronik yang dikeluarkan oleh BRI sebanyak 4,8 juta keping.

Perbankan semestinya tidak setengah hati menjalankan bisnis ini. Pasalnya investasi yang digelontorkan tidak sedikit. Beberapa bank bahkan mengaku masih rugi. PT Bank Central Asia Tbk. salah satunya.

Sinta Handayani, Kepala Biro Pengembangan Bisnis I BCA mengatakan fee based income (FBI) yang diraup BCA dari flazz [uang elektronik BCA] masih nihil. Bahkan BCA terhitung rugi karena nilai investasi yang digelontorkan belum kembali.

Dia mencontohkan, harga per keping kartu saja Rp32.000. Namun BCA menjualnya seharga Rp25.000. Meskipun demikian menurutnya hal tersebut bukanlah masalah besar. Sebab yang lebih utama adaah layanan ke nasabah.

"Meskipun belum menguntungkan kami anggap ini adalah bagian dari solusi total buat nasabah," tuturnya.

Dari fakta-fakta di atas tampaknya bank masih harus berbenah dalam menjalankan layanan uang elektronik. Sebab sekalipun gembar-gembor soal semakin luasnya penggunaan e-money kalau tidak ditindaklanjuti secara serius maka hanya jadi isapan jempol belaka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Abdul Rahman

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper