Bisnis.com, JAKARTA -- Utang luar negeri perbankan mengalami penurunan 7,56% menjadi US$29,5 miliar dibandingkan dengan 2015. Adapun, penurunan utang luar negeri sektor perbankan itu diperkirakan disebabkan berbagai hal berikut.
Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan secara keseluruhan penurunan utang luar negeri perbankan itu bisa didorong oleh tren kredit valas tidak seagresif 2015. Adapun, secara khusus permintaan utang luar negeri perbankan disebabkan dua hal.
Pertama, sisi supply kredit perbankan menjadi relatif lebih konservatif dalam meminjam karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum pulih. Selain itu, beberapa bank pun tengah mengurangi risiko setelah mengalami bad loans di sektor pertambangan dan migas.
Kedua, investor sektor riil masih wait and see dan cenderungg tidak agresif karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tertekan.
"Untuk tahun ini, ada kemungkinan utang luar negeri perbankan naik walau saya ekspektasi tidak terlalu drastis. Semua tergantung risk appetite investor swasta mulai membaik untuk investasi di sektor riil," ujarnya kepada Bisnis pada Senin (20/2/2017).
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja menuturkan, perseroan tidak melakukan realisasi pinjaman bilateral denan induk dalam bentuk valas sepanjang tahun lalu. Pasalnya, belum ada kebutuhan, sedangkan likuiditas pun masih berlebih karena pertumbuhan pinjaman tidak sesuai ekspektasi.
"Untuk tahun ini, tampaknya sampai kuartal II/2017 belum ada kebutuhan," ujarnya.
Untuk penurunan utang luar negeri perbankan pada tahun lalu terjadi pada semua kelompok bank. Bank badan usaha milik negara (BUMN) mencatatkan penurunan 12,13% menjadi US$4,48 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Lalu, untuk kelompok bank swasta asing mencatatkan penurunan utang luar negeri sebesar 15,91% menjadi US$2,51 miliar, bank swasta campuran mengalami penurunan utang luar negeri sebesar 7,86% menjadi US$7,58 miliar, dan bank swasta nasional mencatatkan penurunan sebesar 4,38% menjadi US$14,92 miliar.