Bisnis.com, JAKARTA - Menumbuhkan industri keuangan syariah di Tanah Air menjadi ambisi pemerintah mengingat potensi Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia. Berbagai upaya pun telah dilakukan tetapi belum berdampak signifikan.
Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Bambang Brodjonegoro tidak menampik jika kondisi keuangan syariah nasional saat ini belum mencerminkan potensi Indonesia yang sesungguhnya. Menurutnya, sinergi dari sisi regulasi dan pelaku usaha sangat penting mengingat selama ini masih berjalan sendiri-sendiri.
Menurutnya, meskipun semua orang bilang potensinya sangat besar karena jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, cara melakukannya lebih banyak sendiri-sendiri, tidak terkoordinasi dan tidak jelas visinya.
“Oleh karena itu, akhirnya, apa yang sudah kita capai selama ini belum menunjukkan potensi Indonesia yang sebenarnya,” ujar Bambang kepada Bisnis.
Sekretaris Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) ini melanjutkan kehadiran KNKS harus bisa menjawab tantangan besar pengembangan industri keuangan syariah di Tanah Air. Salah satunya adalah menjembatani ketimpangan antara keuangan syariah, konvensional, dan ketimpangan pendapatan masyarakat.
Bambang menjelaskan indutri jasa keuangan merupakan mitra pelaku usaha. Jika pelaku usaha berkembang, ini akan berdampak pada sektor jasa keuangan. Untuk itu, skala usaha yang terkait dengan pembiayaan syariah harus diperbesar sambil terus meningkatkan koordinasi antara regulator dan pelaku usaha.
Dia mencontohkan, sejauh ini bank syariah yang terbesar hanya berada pada kategori BUKU II sedangkan beberapa bank konvensional sudah masuk kategori BUKU IV. Meningkatkan kapasitas bank syariah hanya mungkin jika kegitan usaha juga bertumbuh.
Bambang menyebutkan, sedikitnya terdapat dua peluang yang harus diperkuat yakni kegiatan usaha dan meningkatkan jumlah wirausaha muslim.
Untuk sektor usaha, pemerintah telah menyiapakan berbagai jenis pendanaan syariah dan berambisi meningkatakan sektor wisata halal (muslim friendly tourism). Sejalan dengan itu, jumlah wirausaha muslim harus terus digalakkan sehingga pembiayaan syariah ikut beriringan.
Menurutnya, upaya bank syariah skala besar harus disertai dengan kegiatan yang memang membutuhkan keuangan atau pembiayaan dari bank ini mengingat kegiatan tersebut dirasa masih kurang.
“Industri halal ini belum terkoordinasi dengan baik dan industri-industri lain yang punya potensi, itu juga sudah ada tapi belum diperkuat,” paparnya.
Adapun, data Otoritas Jasa Keuangan mencatat hingga Maret, pangsa pasar keuangan syariah secara keseluruhan berkisar 5%. Namun, jika dilihat dari setiap jenis produk syariah, hingga triwulan I/ 2017, terdapat beberapa produk syariah yang memiliki pangsa di atas 5%.
Beberapa di antaranya seperti aset perbankan syariah sebesar 5,29% dari total aset perbankan, sukuk negara 16,45% dari total surat berharga negara yang beredar. Selain itu, lembaga pembiayaan syariah sebesar 7,27% dari total pembiayaan, lembaga jasa keuangan khusus sebesar 10,11%, dan lembaga keuangan mikrosyariah sebesar 23,72%.