Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank kecil didorong untuk lebih efisien dalam menjalankan roda bisnis dengan menekan biaya dana agar tidak kian tenggelam kala bersaing dengan bank besar.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menuturkan selama ini bank-bank kecil memang cenderung memberikan bunga simpanan berjangka yang lebih tinggi untuk menarik pendanaan.
“Tetapi inilah tantangannya bagaimana bank-bank bisa lebih punya competitive advantage sehingga nanti masyarakat bisa menaruh dananya dengan [bunga] lebih murah,” kata Wimboh di Jakarta, pekan lalu.
Hal ini dia sampaikan menanggapi persoalan kompetisi antarbank besar dan menengah versus kecil. Secara empiris terlihat laba bank-bank selalu terpusat di Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III dan IV.
Menurut Wimboh, persaingan tersebut merupakan bagian dari mekanisme pasar. “Ya ini kompetisi. Memang bank-bank harus selalu meningkatkan efisiensinya dengan menekan biaya supaya lebih berdaya saing.”
Mengacu pada data Statistik Perbankan Indonesia per Juli 2017, laba bersih bank-bank umum tumbuh 19% menjadi Rp77,22 triliun dari posisi Juli 2016 sebesar Rp64,85 triliun.
Perolehan laba tersebut memang didominasi oleh bank besar. Sebanyak 61,75% atau sebesar Rp47,69 triliun dari total laba bersih bank umum dicetak oleh Bank BUKU IV, disusul bank BUKU III dengan porsi 27,46% atau Rp21,21 triliun.
Adapun, bank kecil dari kategori BUKU II hanya menyumbang perolehan laba 8,5% atau Rp6,62 triliun dari total. Sedangkan bank BUKU I hanya berkontribusi 0,64% atau Rp500 miliar dari keseluruhan capaian laba bersih bank umum.
Dalam kesempatan terpisah, PT Bank Dinar Tbk. menyatakan persaingan antara bank-bank kecil dengan bank menengah dan bank besar menyulitkan perseroan mencetak laba.
Direktur Utama PT Bank Dinar Tbk. Hendra Lie mengungkapkan salah satu bentuk persaingan yang dimaksud adalah menyangkut persoalan tingkat bunga kredit.
“Mereka (BUKU III dan IV) offering 10% kalau kami bank BUKU I di posisi 13%. Mau enggak mau di BUKU I yang biaya dananya lebih tinggi, kami harus entertain lagi dengan menurunkan bunga. Kalau sudah begitu, ya NIM [Net Interest Margin] harus dikorbankan,” katanya.
Bank Dinar, ungkpanya, saat ini masih mencetak NIM di level 4,34%. Akan tetapi, margin tersebut diprediksi akan berpotensi semakin turun ke depan sehingga menggerus laba perseroan.
“Iya [laba agak turun] secara angka perlu berjuang lebih keras. Salah satu cara yang dilakukan dengan membentuk CASA atau dana murah melalui layanan kartu debit sehingga harapannya dana yang parkir di kami bisa meningkat,” katanya.
Posisi rasio CASA atau current account saving account terhadap total dana masyarakat yang dihimpun Bank Dinar sampai kuartal III ada di level 17,5%.
Belum lama ini, perseroan meluncurkan kartu debit sebagai upaya untuk meningkatkan transaksi dan kepercayaan nasabah.
Bank Dinar menargetkan akhir tahun total penghimpunan dana pihak ketiga dapat tumbuh 15% ke level Rp1,85 triliun. Adapun, realisasi sampai September telah mencapai Rp1,81 triliun.
Sementara itu, dari sisi realisasi kredit yang disalurkan masih belum tumbuh signifikan. Selain karena faktor permintaan dari konsumen, menurutnya, hal tersebut juga imbas dari persaingan dengan bank menengah dan besar.
"Realisasi kredit kami sangat lambat, karena jujur saja buku III dan buku IV itu kan sudah mulai bergerilya di segmen kami juga dengan offering rate yang lebih baik dan dengan LTV [loan to value] yang lebih tinggi. Kenaikan kredit tidak terlalu kelihatan, mudah-mudah dengan bunga semakin turun, gairah pasar bisa lebih baik."