Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah menilai persaingan dalam perebutan aset perbankan cukup ketat, khususnya bank skala menengah kecil yang bukan bank pemerintah dan bukan merupakan anak usaha bank asing.
“Bank-bank menengah dan bank kecil di BUKU I dan II, termasuk juga Bank Permata, akan sangat sulit untuk meningkatkan aset mereka. Bank-bank lapis kedua khususnya bank asing dan campuran, memiliki induk yang bisa membantu dari sisi pendanaan relatif masih bisa meningkatkan aset,” kata Piter kepada Bisnis, Selasa (20/2/2018).
Piter menjelaskan, faktor utama yang mempengaruhi aset bank adalah kemampuan bank dalam mendapatkan dana dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Kunci peningkatan aset adalah pada pendanaan, baik melalui simpanan nasabah atau juga dari pemupukan modal termasuk dari laba.
Bank pemerintah diuntungkan dalam mendapatkan nasabah dana karena banyak BUMN dan juga dana pemerintah yang menjadi captive market bank pelat merah. Bank besar lainnya seperti BCA mendapatkan nasabah dana melalui keunggulan layanan, sedangkan bank-bank asing dan bank campuran lebih banyak mendapatkan dana dari induknya.
Kemudahan itu membuat biaya dana bank-bank besar relatif kecil sehingga suku bunga kredit yang diberikan lebih bersaing. Walhasil bank mampu mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
“Tahun 2017 semua 5 bank terbesar mencetak rekor laba, perputaran dana simpanan kredit dan laba secara simultan meningkatkan aset mereka,” tambahnya.
Baca Juga
Kondisi tersebut berbeda dengan bank-bank kecil yang bukan bank pemerintah dan tidak menginduk ke bank asing yang akan sulit meningkatkan aset. Pasalnya, bank harus bersaing mendapatkan nasabah simpanan dengan cara memberikan suku bunga yang tinggi. Walhasil, penyaluran kredit sulit tumbuh yang membuat laba terbatas.
Bahkan aset sejumlah bank malah menyusut karena tergerogoti kredit bermasalah. Faktor risiko nonperforming loan (NPL) yang tinggi membuat beberapa bank harus meningkatkan pencadangan. “Bank-bank menengah kecil menghadapi risiko penurunan aset apabila mereka tidak mampu menjaga kualitas kreditnya,” paparnya.