Bisnis.com, JAKARTA – Perbankan didorong memanfaatkan big data untuk melengkapi proses credit scoring atau proses penentuan nilai kredit yang akan diberikan kepada debitur.
Menurut Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati, beberapa bank terutama bank pelat merah telah menerapkan big data untuk credit scoring dan fraud detection dengan menggunakan data debitur dan kartu kreditnya.
Sebagai gambaran, big data merupakan serangkaian data dan perilaku (aktivitas) yang dihimpun dari para pengguna internet, baik yang diakses lewat komputer maupun telepon pintar.
Big data dapat mencakup kebiasaan dalam berbelanja online atau transaksi keuangan lewat kartu kredit, pembayaran listrik, telepon dan lain-lain.
Yati menekankan, pemanfaatan big data untuk mendukung proses credit scoring bersifat sebagai pelengkap. Perhitungan credit scoring dengan big data oleh perbankan menggunakan informasi seperti perilaku individu nasabah yang tidak tercakup dalam layanan informasi keuangan (SLIK).
“Bukan substitusi, tapi pelengkap. Credit scoring lebih untuk keperluan analisis internal bank untuk memperkuat manajemen risikonya terhadap perilaku individu nasabah,” ujar Yati kepada Bisnis, pekan lalu.
Baca Juga
Data-data dalam SLIK digunakan untuk memasukkan perhitungan risiko kredit bank yang dimonitor bank dan regulator (OJK maupun BI). Oleh karena itu, format data SLIK disusun sesuai kebutuhan regulator.
Dari sisi Bank Indonesia, lanjut Yati, selama ini big data perbankan telah dimanfaatkan antara lain untuk mengidentifikasi kerentanan pada sistem keuangan.
Hal itu dilakukan dengan memantau perilaku individu bank dan menganalisis potensi risiko sistemik yang muncul dari keterkaitan dalam interbank payment system.
“BI juga menggunakan algoritma text mining dengan memproses media news untuk melakukan prioritisasi sumber risiko utama yang dapat mengganggu sistem keuangan. Hasil big data analytics itu digunakan untuk mendukung proses pengambilan kebijakan di BI,” ungkapnya.
Pada kesempatan terpisah, Direktur PT Bank Central Asia Tbk Santoso menuturkan perseroan telah menggunakan big data. Saat ini BCA tengah dalam proses membangun artificial inteligent guna memaksimalkan potensi pengelolaan big data.
“Manfaatnya sangat banyak karena bisa untuk marketing, risk management, operation, sales, dan lain-lain,” ujar Santoso.
Dia menjelaskan, dalam pemberian kredit, BCA tetap memiliki ketentuan yang mengacu pada kebijakan regulator tentang prudent banking.
Sebagai lembaga perbankan, pihaknya tetap menjaga aspek compliance dan prinsip prudent banking, misalnya dengan memperhatikan faktor kolektibilitas di SLIK.
Namun, untuk development side, pihaknya dapat belajar tentang pemahaman customer dari sisi lainnya sehingga bisa menambah confident level dalam memahami customer dan mempelajari behavior spending.
“Jadi saat ini bisa melengkapi. Memang berbeda dengan sistem di perusahaan fintech yang tidak punya data financial jadi mereka gunakan behavior di media sosial, data spending dan lain-lain untuk memprediksi kemampuan dan risiko. Berbeda pendekatannya tetapi tujuannya sama,” ujarnya.