Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi syariah masih kekurangan tenaga ahli.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Ahmad Sya'roni mengatakan, hingga saat ini hanya terdapat 27 orang yang memiliki gelar Ahli Asuransi Syariah atau Fellow of Islamic Insurance Society (FIIS).
Sementara itu, tenaga Ajun Ahli Asuransi Syariah bergelar Associate of Islamic Insurance Society (AIIS) berjumlah 408 orang.
"Dalam praktiknya [kebutuhan ahli asuransi syariah] tidak terpenuhi," kata Roni di Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Ia menambahkan, sebagian besar ahli asuransi syariah berada di perusahaan asuransi jiwa. Sementara di perusahaan asuransi syariah umum sebarannya masih belum merata. Kondisi ini sama halnya dengan keberadaan aktuaris di perusahaan asuransi konvensional umum dan jiwa.
Roni menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan asuransi umum kurang mendapat jatah ahli asuransi. Salah satunya karakteristik produk asuransi umum yang lebih rumit.
Baca Juga
"Contonhnya asuransi pertanian, bukan hanya melihat statistik, tapi harus tahu siklus cuaca, ada ilmu agriculture, dan macam-macam. Sedangkan di asuransi jiwa, bertahun-tahun hanya pakai tabel mortalitas, misalnya," jelasnya.
Demi memenuhi kebutuhan ahli asuransi syariah tersebut, pada pertengahan 2017, Islamic Insurance Society (IIS) yang sebelumnya menjadi bagian dari AASI telah remi memisahkan diri. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kini dilakukan secara mandiri oleh IIS.
Di tahun ini, AASI juga akn menginisiasi badan hukum baru berbentuk perseoran terbatas sebagai penyelenggara sertifikasi ahli asuransi syariah. AASI dan IIS akan bersama-sama bertindak sebagai pemegang saham.