Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri financial technology atau fintech di bidang pinjaman langsung tunai atau peer to peer lending menilai penerapan regulatory sandbox bakal memperluas ruang gerak industri.
Ketua Working Group Peer to Peer (P2P) Lending Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Reynold Wijaya menilai penerapan regulatory sandbox untuk industri fintech dapat mencegah terjadinya over regulation yang malah membatasi ruang gerak industri.
“Penerapan ini baik untuk industri karena dengan begitu OJK dapat menentukan mana yang perlu diatur dan mana yang tidak,” lanjutnya dikutip Bisnis.com, Rabu (11/4/2018).
Namun, sesuai dengan POJK No. 77/POJK.01/2016, tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perusahaan fintech yang sudah terdaftar sebagai fintech lending dilarang untuk menjalankan skema bisnis yang lain.
Guna mendorong industri fintech, regulator sepakat untuk tidak menerapkan aturan yang terlalu rigid. Sebaliknya, regulator bakal menyediakan ruang untuk fintech berinovasi dengan bertanggung jawab.
Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Fithri Hadi mengatakan dengan penerapan regulatory sandbox, regulator dapat merancang regulasi yang berbasis empiris dan merepresentasikan keadaan pasar.
“Kalau dulu kami terbiasa untuk tidak melihat pasar atau pelakunya. Jadi peraturannya bersifat forecasting sesuai dengan pemikiran kami. Inovasi yang terlalu diatur tidak akan inovatif. Sekarang regulasi dari kami mengarah kepada market conduct.”
Dia menargetkan penyelesaian pedoman regulatory sandbox akan rampung pada pertengahan tahun ini.
Kendati memberikan kebebasan berinovasi, OJK tetap menekankan kepada rambu-rambu seperti inovasi yang bermanfaat kepada ekonomi nasional, tidak merusak, tidak mendukung pencucian uang dan terorisme.
Jika hasilnya menunjukkan bahwa model bisnis tersebut layak, maka OJK bakal segera mengeluarkan peraturan OJK model bisnis baru atau merevisi peraturan lama yang sudah tidak representatif.