Bisnis.com, JAKARTA- Bank Indonesia menyatakan memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo).
Direktur Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai penaikan suku bunga acuan dibutuhkan, tapi dengan rate yang relatif terbatas.
“Karena kalau terlalu tinggi akan berdampak semakin susah penyaluran kredit perbankan,” kata Faisal kepada Bisnis.com, Jumat (11/5/2018).
Apalagi dari sisi inflasi masih terkendali di kisaran 3%- 4%, tambahnya, angka tersebut masih dalam rentang target BI.
"Jadi tidak kuat untuk mendorong tingat suku bunga yang terlalu tinggi,” kata Faisal.
Sementara adanya tekanan terhadap rupiah saat ini, dinilainya membutuhkan intervensi instrumen moneter yang lebih dari sekadar intervensi pasar dengan penggunaan cadangan devisa.
Seperti diketahui, Bank sentral akhirnya mengakui nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas, melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan [7 Days Reverse Repo]," katanya dalam pernyataan resmi, Jumat (11/5/2018).
Agus menambahkan respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas.
Selain itu, BI juga akan konsisten mendorong berjalannya mekanisme pasar secara efektif dan efisien, sehingga ketersediaan likuiditas baik di pasar valuta asing dan pasar uang tetap terjaga dengan baik. Operasi moneter di pasar valuta asing tetap akan dilakukan untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar agar keyakinan pelaku ekonomi dapat dipastikan tetap terjaga.
Menurutnya, operasi moneter di pasar uang akan terus dilakukan untuk memastikan ketersediaan likuiditas rupiah yang memadai dan terjaganya stabilitas suku bunga di pasar uang, dalam koridor yang sejalan dengan stance kebijakan moneter BI.
Kolaborasi dengan otoritas terkait dan industri keuangan, terutama asosiasi, akan semakin diperkuat untuk memperdalam dan mengefisiensikan price discovery di pasar valuta asing dan pasar uang, termasuk melalui penambahan variasi instrumen, penguatan infrastruktur pasar keuangan, dan memperkuat kredibilitas suku bunga acuan pasar (market reference rate).
Agus juga menegaskan koordinasi dengan pemerintah akan semakin diperkuat untuk memastikan terjaganya inflasi sesuai sasaran, memastikan berjalannya reformasi struktural secara efektif untuk memperkuat struktur neraca transaksi berjalan dan neraca modal, serta berbagai kebijakan struktural lainnya untuk meningkatkan daya saing perekonomian.
Saat ini, BI masih melihat sejumlah risiko--tantangan global terutama siklus peningkatan suku bunga AS, meningkatnya harga minyak dunia, serta menguatnya risiko geopolitik sebagai akibat meningkatnya tensi sengketa dagang AS-Tiongkok dan pembatalan kesepakatan nuklir AS-Iran--yang telah mengakibatkan menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia termasuk rupiah.
Per 9 Mei 2018, selama Mei 2018 (month-to-date/mtd) rupiah melemah 1,2%, bath Thailand 1,76%, dan lira Turki 5,27%. Sementara itu, sepanjang 2018 (year-to-date/ytd) rupiah melemah 3,67%, peso Filipina 4,04%, rupee India 5,6%, real Brasil 7,9%, rubel Rusia 8,84%, dan lira Turki 11,42%.