Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Usaha Kembali Bergairah, Kredit Korporasi dan Investasi Mulai Tumbuh

Tumbuhnya kredit perbankan, terutama segmen korporasi, menjadi satu indikasi bahwa pelaku industri tampak mulai kembali percaya diri setelah sempat hanya bersikap wait and see.

Bisnis.com, JAKARTA - Tumbuhnya kredit perbankan, terutama segmen korporasi, menjadi satu indikasi bahwa pelaku industri tampak mulai kembali percaya diri setelah sempat hanya bersikap wait and see.

Dalam laporan Analisis Uang Beredar terbaru, Bank Indonesia menyatakan kredit yang disalurkan perbankan per April 2018 tumbuh 8,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan tahunan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada Maret 2018 sebesar 8,5% secara year on year (yoy).

BI menyatakan bahwa kenaikan kredit tersebut didorong oleh peningkatan penyaluran kredit kepada debitur korporasi yang tumbuh 7,6% secara tahunan. Pangsa pasar segmen korporasi mencapai 48,6% dari total kredit. Selain itu, segmen kredit perseorangan juga menjadi penopang kenaikan dengan pertumbuhan 9,6% (yoy).

Sejalan dengan itu, jenis kredit investasi juga tumbuh menguat dari 5,3% (yoy) pada Maret 2018 menjadi 7,5% (yoy) pada April 2018. BI mencatat peningkatan pertumbuhan kredit investasi terutama terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dari negatif 0,2% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Hal ini diperkirakan akibat peningkatan aktivitas ekonomi pada sektor tersebut menjelang bulan Ramadan.

Adapun pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja justru melambat dari 8,4% pada Maret 2018 menjadi 8,2% pada April 2018. Begitu juga dengan kredit konsumsi, tumbuh melambat dari 11,4% (yoy) menjadi 11,1% (yoy) atau sebesar Rp1.416 triliun.

Terlepas dari perkembangan global maupun domestik, sejumlah bank menyatakan masih terus optimistis bahwa penyaluran kredit akan terus tumbuh sesuai perkiraan, bahkan ada yang telah berniat menaikkan target rencana bisnis bank.

Sejumlah bank tengah bersiap melakukan evaluasi RBB, salah satunya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kendati tidak mengubah target pertumbuhan kredit sebesar 11%-13%, perseroan tengah menyusun sejumlah evaluasi, khususnya dari sisi segmen kredit.

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan perseroan akan melakukan relokasi sebagian dari portofolio kredit dari segmen menengah ke segmen korporasi dengan pertimbangan pertumbuhan di segmen korporasi bergerak lebih cepat.

“Segmen korporasi di sektor infrastruktur, batu bara, telekomunikasi dan kelapa sawit mengalami permintaan yang cukup tinggi pada kuartal I/2018,” katanya, di Jakarta, belum lama ini.

Jumlah kredit bank pelat merah tersebut pada segmen korporasi skala besar pada kuartal I/2018 tumbuh 8,9% (yoy) menjadi Rp255,6 triliun. Adapun, segmen kredit menengah justru turun 7,2% (yoy) menjadi Rp141,7 triliun.

Ditemui terpisah, Corporate Secretary PT Bank Central Asia Tbk. juga menyatakan kinerja kredit korporasi merupakan salah satu segmen yang menyumbang pangsa terbesar dari total kredit perseroan per Maret yang mencapai Rp470 triliun.

“Korporasi porsinya sekitar 38% dari total kredit per Maret, pertumbuhannya 17% secara tahunan, memang paling tinggi pertumbuhannya,” katanya, Selasa (5/6/2018).

BCA masih optimistis mencetak pertumbuhan kredit sesuai RBB semula di level sekitar 10%. Kendati begitu, Jan menyatakan manajemen tidak terlalu menggejot kredit di segmen tertentu.

Dalam penyaluran kredit, pihaknya menyesuaikan dengan kondisi permintaan pasar dan melakukan mitigasi risiko dengan memperhatikan perkembangan industri dan sektor usaha yang ada.

“Semua pemintaan kredit pasti kami telaah dan review, kalau oke kenapa tidak [diberikan],. namanya juga fungsi bank adalah untuk intermediasi, yang penting risikonya terjaga,” tutur Jan.

Adapun, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Suprajarto mengungkapkan pihaknya akan mengusulkan kenaikan target RBB untuk naik di kisaran 1% - 2% dari RBB semula sebesar 10% - 12%.

Bank Wong Cilik itu menyatakan masih akan fokus di segmen konsumer, mikro dan menengah. “Untuk batu bara, migas, dan telekonunikasi kami belum banyak masuk, kalau untuk infrastruktur jalan tol sudah ada tahun lalu dan tahun ini baru penarikan dari yang sudah diputus yang sebelumnya,” katanya.

Di tengah kondisi bank yang bersiap menaikkan suku bunga kredit sebagai respons atas kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin dalam dua pekan terakhir, diharapkan tidak membuat permintaan dunia usaha kembali layu.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan tingkat bunga bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kredit. Dia masih optimistis penyaluran kredit dapat tumbuh di level 10%-12% hingga akhir tahun.

“Para pengusaha itu biasanya memang suku bunga murah lebih baik, tapi bukan berarti tapi kalau bunga naik menjadi beban bagi para nasabah. Nasabah biasanya punya kiat-kiat bagaimana dia kompetitif,” ujarnya.

Regulator juga mendorong perbankan untuk tidak membebankan beban kenaikan biaya dana kepada nasabah dalam bentuk kenaikan bunga kredit.

“Kami selalu meminta bank-bank lebih efisien dengan menggunakan pendekatan produk yang berbasis teknologi supaya lebih efisien dan dapat fee lebih banyak sehingga kalau ada beban kenaikan bunga dana, itu tidak terlalu menjadi beban nasabah peminjam, karena bank bisa punya ruang yang luas dengan mengefisienkan proses bisnisnya,” lanjutnya.

Industri Mulai Bergairah

Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah menuturkan pertumbuhan kredit pada tahun ini memang diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Hal ini disebabkan kenaikan harga komoditas, baik pertambangan maupun perkebunan khususnya sawit.

“Perbaikan harga yang kemudian mendorong kembalinya kegiatan produksi pertambangan dan perkebunan merambat ke sektor-sektor lainnya. Dunia usaha mulai bergairah kembali dan memicu permintaan kredit, dibuktikan dengan pertumbuhan kredit bulan April yang lebih tinggi dibandingkan Maret,” ujarnya.

Piter memperkirakan laju pertumbuhan kredit akan berlanjut pada kuartal II dengan adanya momentum Ramadan dan Lebaran, khususnya kredit konsumsi.

Namun, menurutnya, target pertumbuhan kredit sebesar 12% pada akhir 2018 masih sulit tercapai dan berpeluang hanya naik hingga 11% secara tahunan.

“Faktor kenaikan suku bunga kredit akan menghambat pertumbuhan penyaluran kredit, tetapi tidak akan besar. Hambatan penyaluran kredit lebih utama disebabkan oleh masih terbatasnya demand for kredit akibat masih kecilnya pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper