Bisnis.com, JAKARTA — Sejak Kamis sore, 8 Agustus 2018, kesibukan Ma’ruf Amin semakin padat. Berselang sepekan setelah diproklamirkan sebagai calon wakil presiden, Ma’ruf berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji.
Tiga hari pascakembali ke Indonesia, Ma’ruf sudah dikunjungi oleh banyak orang, mulai dari politisi, pejabat negara, hingga tokoh agama. Bulan ini, Ma’ruf telah mengunjungi berbagai kota dari ujung pulau Jawa bagian timur di Surabaya hingga ke ujung barat pulau Kalimantan di Pontianak, bahkan sempat pula mengunjungi Perdana Menteri Malaysia di Kembangan, Malaysia.
Sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) di empat bank, Ma’ruf sesungguhnya memiliki agenda rutin bulanan terkait dengan fungsinya sebagai pengawas sekaligus penasihat utama di bank syariah. Peraturan Bank Indonesia no. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Syariah mengatur bahwa DPS wajib mengadakan rapat internal DPS minimal satu kali sebulan. Artinya, setiap bulan, Ma’ruf sekurang-kurangnya harus melakukan empat rapat DPS di empat bank yang berbeda.
Saat ini, Ma’ruf Amin tercatat masih resmi menjadi Ketua Dewan Pengawas Syariah di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Mega Syariah, dan PT Bank BNI Syariah. Dengan agenda politik yang sedemikian padat, apakah kyai ini masih dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai pengawas bank syariah?
Direktur Kepatuhan dan Risiko BNI Syariah Tribuana Tunggadewi mengatakan, posisi Ma’ruf Amin yang merangkap jabatan sebagai ketua DPS di empat bank masih diperbolehkan oleh aturan yang berlaku. Sementara itu, terkait posisi Ma’ruf yang kini masuk ke jalur politik, menurutnya, diserahkan kepada keputusan para pemegang saham. “Sepenuhnya merupakan kewenangan Pemegang Saham,” ujar Tunggadewi kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Secara teknis, menurut Tunggadewi, pertemuan dengan DPS tidak harus dilaksanakan secara tatap muka langsung, tetapi juga bisa difasilitasi oleh teknologi melalui conference call yang setiap saat dapat dilakukan dalam hal permintaan opini DPS yang bersifat urgent.
Baca Juga
Adapun, khusus untuk pertemuan intensif yang mempertemukan seluruh stakeholder BNI Syariah yang meliputi Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan seluruh anggota DPS, perseroan telah menjadwalkan rapat sebanyak dua kali dalam setahun.
“Komitmen anggota DPS, pengaturan jadwal, dan komunikasi yang baik membuat status ganda itu tidak menjadi halangan,” ujar Tunggadewi.
Selain Ma’ruf, Bisnis mencatat ada tujuh orang yang juga menjabat sebagai DPS pada dua atau lebih bank syariah, baik berupa bank umum syariah maupun unit usaha syariah. Mereka adalah yaitu Oni Sahroni, Muhammad Gunawan Yasni, Ikhwan Abidin Basrie, Muhammad Faiz, Quraish Shihab, Hasanudin, dan Fathurrahman Djamil.
Fathurrahman memiliki jabatan rangkap sebagai Anggota DPS di UUS CIMB Niaga Syariah dan Ketua DPS di BCA Syariah. Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BCA Syariah John Kosasih mengatakan bahwa BCA Syariah sudah mengatur dengan baik untuk memastikan seluruh produk dan layanan yang ditawarkan telah memenuhi compliance syariah sesuai dengan arahan dan pengawasan DPS.
Kosasih melanjutkan, BCA Syariah menekankan anggota DPS di bank tersebut memiliki pengetahuan yang baik terhadap keuangan syariah. “DPS memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan bank telah sesuai dengan prinsip syariah yang berlaku,” ujarnya.
Unit usaha syariah PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (Maybank Syariah) juga memiliki anggota DPS yang merangkap jabatan. Oni Sahroni, selain menjabat sebagai Anggota DPS di unit syariah Maybank, juga merangkap di Bank Muamalat sebagai Anggota DPS.
Walau demikian, Head of UUS Maybank Syariah Herwin Bustaman mengklaim Oni selalu hadir dalam setiap rapat DPS yang diselenggarakan rutin dua kali dalam satu bulan. “Yang penting kan tidak ada yang dilanggar, baik dari segi regulasi maupun dari segi DSN,” jelas Herwin kepada Bisnis, Senin (17/9).
Selama ini, lanjut Herwin, Maybank Syariah tidak pernah terganggu dengan status rangkap jabatan DPS UUS Maybank Syariah. Hal terpenting yang diperhatikan UUS Maybank syariah merupakan prinsip kerahasiaan.
“Selama ini apa yang dibicarakan di antara kami tidak ada yang dibahas di bank lain setahu kami. Jadi, cukup profesional lah kalau saya lihat,” ujarnya.
KURANG SDM
Kekurangan sumber daya manusia (SDM) menjadi alasan klasik adanya rangkap jabatan di kalangan DPS bank syariah. Selain harus memiliki integritas dan kelayakan keuangan, untuk menjadi DPS di industri perbankan, seseorang harus menguasai ilmu perbankan dan ilmu muamalah.
Herwin mengatakan, persyaratan untuk menjadi DPS di bank syariah terbilang lebih sulit dibandingkan dengan persyaratan utuk menjadi komisaris di bank umum konvensional. Alhasil, banyak DPS yang merangkap di lintas industri keuangan syariah.
Menurutnya, industri perbankan syariah—sekaligus industri keuangan syariah dalam spektrum yang lebih luas, membutuhkan lebih banyak tenaga ahli yang mumpuni di bidang keuangan sekaligus menguasai muamalah syariah. Untuk menjaga kualitas, lanjutnya, diperlukan standardisasi untuk menjaring para calon pengawas syariah.
Herwin mengatakan hal ini selayaknya menjadi agenda nasional. “Industri keuangan syariah kini membutuhkan banyak orang. Ini harus jadi agenda nasional.”
Gunawan Yasni, Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), berpendapat bahwa rangkap jabatan yang cukup lazim terjadi di perbankan syariah bukanlah menjadi halangan dalam hal profesionalitas.
Menurut Gunawan, yang juga memiliki jabatan rangkap di BRI Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank BTN, mengatakan bahwa menjadi DPS di Bank Syariah maupun UUS cukup menyita waktu. Namun demikian, kondisi tersebut dapat disiasati dengan pola komunikasi yang bersifat informal, tidak melulu mengandalkan rapat yang diagendakan secara khusus.
UU Perbankan Syariah, lanjutnya, tidak mengatur apakah rapat bulanan DPS harus dilakukan secara tatap muka atau tidak. “Secara direct hubungan antar DPS atau direksi lainnya bisa lewat WhatsApp atau yang lain. Saya alami pribadi, itu sering banget,” kepada Bisnis, Senin (17/9).
Di sisi lain, menurutnya, rangkap jabatan di DPS bank syariah juga masih belum menjadi perhatian khusus oleh regulator di industri jasa keuangan yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apabila dianggap mengganggu, regulator dapat memberikan semacam supervisory statement untuk mengantisipasi efek buruk yang mungkin ditimbulkan.
Fungsi DPS di bank syariah sangat krusial. Selain bertugas memastikan compliance terhadap prinsip keuangan syariah, sebagai pengawas para anggota dewan juga berkewajiban memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan, mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa syariah, serta menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional, dan Bank Indonesia. Sederetan tugas dan tanggung jawab penting yang membutuhkan komitmen tinggi.