Bisnis.com, JAKARTA – Penetrasi industri asuransi umum syariah tercatat stagnan, tertekan oleh kondisi ekonomi yang melesu.
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi umum turun 0,001 bps dari 0,0014% pada November 2017 menjadi 0,013% per November 2018. Posisi November 2018 sudah bertahan selama lima bulan, atau sejak Juli 2018.
Rendahnya penetrasi berdampak pada penurunan kontribusi bruto industri asuransi umum syariah yang turun sebesar 8,67% secara tahunan, dari Rp1,73 triliun pada November 2017 menjadi Rp1,58 triliun per November 2018. Penurunan ini diikuti oleh klaim bruto yang juga turun sebesar 9,83% dari Rp803 miliar per November 2017 menjadi Rp724 miliar per November 2018.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengatakan perlambatan penetrasi asuransi umum sepanjang 2018 disebabkan oleh kondisi ekonomi yang makro yang bergejolak, sehingga berdampak pada bisnis perbankan dan pembiayaan syariah.
“Asuransi umum itu bergantung pada pembiayaan dari bank dan leasing syariah. Ketika terjadi penurunan, produk asuransi kendaraan, asuransi jiwa kredit dan pembiayaan akan ikut turun, serta berdampak pada industri,” paparnya kepada Bisnis, Senin (7/1/2018).
Untuk mendongkrak penetrasi asuransi umum pada 2019, perusahaan asuransi syariah disarankan mengeluarkan produk yang berbeda dengan asuransi konvensional. Menurut Erwin, spesifikasi produk asuransi syariah berpotensi dalam meraup premi kontribusi dan melakukan penetrasi ke masyarakat.
Di samping itu, guna menekan biaya akuisi tambahan, AASI akan mengikuti langkah industri konvesional dengan menerapkan kebijakan serupa mengenai engineering fee.
“Tujuannya, jangan sampai mereka berpikir tidak bisa melakukan engineering fee di konvensional, lalu mereka lari ke syariah. Jadi pindah gelas saja, kan tidak benar,” lanjutnya.