Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai pemerintah memperhatikan reaksi publik terlebih dahulu sebelum menetapkan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN.
Hal tersebut disampaikan oleh pengamat asuransi Hotbonar Sinaga kepada Bisnis, Selasa (7/10/2019). Menurut dia, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai penyesuaian iuran tersebut sengaja belum diterbitkan oleh pemerintah.
"Nampaknya pemerintah melihat bagaimana reaksi publik dulu, karena itu Perpres sengaja belum diterbitkan. Kalau pun diterbitkan tidak berlaku seketika tapi tahun depan," ujar Hotbonar kepada Bisnis.
Hotbonar menjelaskan bahwa saat ini memang tidak ada pilihan terbaik untuk mengatasi defisit akut BPJS Kesehatan sebagai pengelola program JKN. Namun, menurut pemerintah sebaiknya menanggung beban tersebut dengan menyalurkan bantuan langsung.
Dia yang merupakan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko & Asuransi menyarankan agar pemerintah menaikkan besaran iuran segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) terlebih dahulu karena pembayaran iuran tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Masuknya dana iuran PBI tersebut menurut Hotbonar dapat membantu kelancaran arus kas BPJS Kesehatan untuk membayar utang kepada rumah sakit. Setelah itu, pemerintah pun dapat menyalurkan bantuan langsung untuk menekan defisit.
Meskipun begitu, Hotbonar tetap berharap pemerintah batal menerbitkan Perpres kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena berpotensi membebani masyarakat. Perpres tersebut menurutnya dapat diterbitkan pada tahun depan tetapi bergantung pada kondisi perekonomian.
"Tergantung ekonomi global, karena sekarang ada ancaman resesi. Namun, alih-alih menaikkan iuran mestinya manajemen BPJS Kesehatan all out mengupayakan efisiensi, termasuk memasyarakatkan pola hidup sehat," ujar dia.