Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Naik Turun Kredit Sindikasi Pada Periode Pertama Jokowi

Penyaluran kredit sindikasi sepanjang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla cenderung fluktuatif, meski sempat mencapai puncaknya pada 2016 lalu. Naik-turun penyaluran kredit sindikasi ini disinyalir masih berlanjut hingga akhir 2019.
Ilustrasi industri manufaktur./Reuters
Ilustrasi industri manufaktur./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Penyaluran kredit sindikasi sepanjang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla cenderung fluktuatif, meski sempat mencapai puncaknya pada 2016 lalu. Naik-turun penyaluran kredit sindikasi ini disinyalir masih berlanjut hingga akhir 2019.

Berdasarkan data Bloomberg, penyaluran kredit sindikasi yang dilakukan lembaga perbankan sepanjang 5 tahun ini tak konsisten melaju kencang, atau melambat. Penyaluran kredit yang masuk ke segmen korporasi ini pada 2015 sempat merosot 43,32% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi US$13,51 miliar.

Setelah itu, kredit sindikasi lembaga keuangan melesat 138,12% yoy pada 2016. Namun, pertumbuhan pembiayaan sindikasi melambat menjadi 1,8% yoy pada 2017.

Tahun lalu, kredit sindikasi yang disalurkan lembaga perbankan turun 8,49% yoy menjadi US$29,97 miliar. Perlambatan disinyalir berlanjut karena hingga kuartal III/2019 kredit sindikasi yang sudah tersalurkan baru mencapai US$18,12 miliar.

Hingga akhir September 2019, kredit sindikasi paling banyak disalurkan pada periode kuartal II/2019, yakni mencapai US$7,45 miliar. Pada kuartal I/2019 penyalurannya sebesar US$4,73 miliar.

Jika dibedah lebih dalam, penyaluran kredit sindikasi dalam 5 tahun terakhir didominasi oleh sektor manufaktur, finansial, utilitas, energi, dan material. Kredit sindikasi yang disalurkan ke sektor manufaktur bahkan menjadi yang tertinggi dalam kurun 2017-2019.

Akhir tahun lalu, pembiayaan sindikasi ke sektor industri mencapai US$8,99 miliar. Setelah itu, sindikasi secara besar berturut-turut disalurkan ke sektor utilitas (US$7,77 miliar), finansial (US$3,23 miliar), energi (US$3,08 miliar), dan material (US$2,63 miliar).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper