Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tunggu Transmisi Kebijakan Sebelumnya, BI Diperkirakan Tahan Suku Bunga

Menurut SVP Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini, suku bunga acuan masih akan ditahan 5,25%. Padahal masih ada peluang besar bagi BI menurunkan menjadi 5,0% sampai akhir tahun ini.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (21/3/2019). Bank Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Bisnis/Nurul Hidayat
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (21/3/2019). Bank Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia dinilai masih akan menahan suku bunga acuan pada level 5,25% karena masih menunggu transmisi kebijakan sebelumnya dan dukungan tambahan dari kebijakan fiskal melakukan counter cyclical policy.

Menurut SVP Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini, suku bunga acuan masih akan ditahan 5,25%. Padahal masih ada peluang besar bagi BI menurunkan menjadi 5,0% sampai akhir tahun ini. Kondisi itu membuat Ryan menyatakan di kalangan ekonom ada suara yang berimbang antara prediksi suku bunga akan tetap 5,25%, dan turun 25 basis poin jadi 5,0%.

“Namun yang belum jadi perhatian semua upaya BI sudah dilakukan dengan benar berupa kebijakan moneter yang longgar namun belum berdampak ke permintaan kredit yang naik,” kata Ryan, Rabu (23/10/2019).

Menurut Ryan, kondisi tersebut disebabkan oleh ketatnya likuiditas yang juga tak melonggar. Pasalnya, kebijakan fiskal yang counter cyclical menjadi stimulus ekspansioner untuk perekonomian dan perbankan belum optimal dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan.

“Ini yang sayang sekali, karena waktu tinggal 2 bulan lagi sebelum 2019 berakhir. Intinya, belanja barang dan belanja modal pemerintah atau kementerian dan lembaga harus segera dilakukan supaya PDB di kuartal IV bisa tumbuh di atas 5%,” sambungnya.

Dia memerinci, kebijakan melawan arus atau counter cyclical ini juga sudah disarankan oleh Bank Dunia maupun Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dua lembaga internasional ini menyatakan, jika perekonomian suatu negara melemah, maka kebijakan moneter dan fiskal harus selaras dalam wujud counter cyclical policies yang sifatnya relaksasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper