Bisnis.com, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Oktober 2019 ini kemungkinan besar akan memangkas suku bunga acuan 25 basis poin dari 5,25% menjadi 5,0%.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan pemangkasan tersebut dimungkinkan mengingat stabilitas ekonomi cukup terjaga, tercermin dari laju inflasi yang terkendali di bawah batas kisaran target 3,5%.
Bisnis.com mencatat, berdasarkan Survei Pemantauan Harga dari Bank Indonesia, pada pekan kedua Oktober 2019, kembali terjadi inflasi rendah 0,04% secara (mtm). Adapun inflasi itu secara (yoy) tercatat sebesar 3,15%. Dengan demikian secara (yoy), angka inflasi ini masih lebih baik dibandingkan dengan September lalu yang tercatat 3,39%.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga cenderung stabil dalam sebulan terakhir, di mana volatilitas rupiah juga secara rata-rata menurun yang terindikasi dari one-month implied volatility yang menurun menjadi kurang dari 6,0% sejak pertengahan bulan ini. Josua juga menyatakan, rupiah secara rata-rata cenderung stabil pada level Rp14.150 per dolar AS sepanjang bulan Oktober ini.
“Terkendalinya laju inflasi serta kestabilan nilai tukar rupiah juga ditopang oleh ekspektasi penurunan defisit transaksi berjalan sejalan dengan membaiknya neraca perdagangan sepanjang kuartal III tahun ini,” paparnya, Rabu (23/10/2019).
Josua menyatakan, perbaikan defisit transaksi berjalan didorong oleh penurunan laju impor yang lebih besar ketimbang penurunan laju ekspor. Maka, dengan mempertimbangkan laju inflasi yang rendah, stabilnya nilai tukar rupiah, dan perbaikan defisit transaksi berjalan maka ruang kebijakan moneter yang terbuka bisa diambil bulan ini.
“Momentum pelonggaran kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga acuan juga di saat bersamaan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tren perlambatan ekonomi global yang bisa mempengaruhi ekonomi nasional,” sambungnya.
Chief Economist Bank BTN Winang Budoyo menyatakan hal yang berbeda. Menurutnya, dalam 4 bulan terakhir, Bank Indonesia sudah banya melakukan relaksasi kebijakan moneter ataupun makroprudensial. Oleh sebab itu, pada RDG BI kali ini, kemungkinan besar masih akan menahan suku bunga acuan sebesar 5,25% sembari menunggu arah kebijakan moneter The Fed.
Selain itu, dia menilai belum ada kebijakn lain termasuk jenis kebijakan makroprudensial yang harus diambil kembali. Dia menyatakan, kebijakan makroprudensial yang baru direlaksasi baru akan berlaku pada Desember 2019 ini. Adapun peluang kebijakan makroprudensial yang masih bisa diambil adalah merelaksasi Giro Wajib Minimum untuk menjaga pengetatan likuiditas.
“Ruang pemangkasan masih ada, dan justru bagus kalau bisa empat kali pangas [suku bunga acuan] setahun ini. Maka untuk masalah likuiditas masih bisa diatasi dengan menurunkan GWM,” kata Winang.