Bisnis.com, JAKARTA — Kredit Usaha Rakyat menjadi penopang bisnis dua perusahaan penjaminan pelat merah, PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) atau Askrindo dan Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia atau Perum Jamkrindo.
Askrindo mencatatkan pendapatan premi Rp14,12 triliun pada 2019, jumlah ini meningkat 38,8 persen (yoy) dari Rp10,17 triliun pada 2018.
Meski premi naik, klaim yang harus dibayar juga tumbuh tinggi. Tercatat perusahaan membayar klaim Rp5,56 triliun pada 2019, naik 17,4 persen (yoy) dari Rp4,74 triliun pada 2018.
Direktur Askrindo Andrianto Wahyu Adi menjelaskan peningkatan klaim yang terjadi pada Askrindo disebabkan oleh adanya bencana alam dan kredit yang macet. Klaim yang disebabkan oleh beberapa bencana alam besar pada 2018, seperti gempa di Palu, Banten, dan Lombok diselesaikan pada 2019 sehingga turut mendorong catatan klaim.
"Pada 2019 penopangnya [pertumbuhan] karena masuk pasar lebih aktif lagi, ada targeted costumer, habis visit didatangi lagi, perkembangan mereka juga satu-satu dipantau. Kami lebih kejar pasar," ujar Andrianto pada Rabu (5/2/2020).
Menurut dia, peningkatan klaim tidak berpengaruh secara signifikan pada kinerja perseroan. Sudah disiapkan strategi untuk menekan klaim berupa penerapan asuransi automatic over bagi kredit konsumsi serta penilaian klaim manual melalui rating internal Askrindo.
Baca Juga
Dengan capaian ini aset perseroan naik 18,3 persen (yoy) menjadi Rp21,3 triliun pada 2019 dari Rp 18,04 triliun tahun sebelumnya.
Dalam pengelolaan investasi, perseroan mencatatkan hasil investasi Rp868 miliar. Imbal hasil yang dicatatkan setara dengan 6,6 persen.
Peningkatan kinerja ini membuat laba Askrindo mencapai Rp1,15 triliun. Tumbuh tinggi dibandingkan 2018 sebesar Rp661 miliar atau melonjak 74,8 persen (yoy).
Sementara itu, Jamkrindo mencatatkan pendapatan premi tumbuh 36,7 persen (yoy)menjadi Rp3,4 triliun. Aset perseroan senilai Rp17,5 triliun atau tumbuh 7,05 persen (yoy) dari posisi 2018 senilai Rp16,2 triliun. Ekuitas Jamkrindo pun mencatatkan kenaikan 5,97 persen (yoy), menjadi Rp11,9 triliun.
Dengan capaian ini Jamkrindo mencatatkan laba Rp615 miliar pada tahun lalu. Tumbuh 54,5 persen (yoy) dari Rp398 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama Jamkrindo Randi Anto menjelaskan bahwa pihaknya fokus menggarap segmen usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM), sehingga profil risiko lebih tersebar dan menopang performa pembiayaan. Selain itu, Jamkrindo pun meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia dan teknologi yang menopang pertumbuhan kinerja.
"Kalau kami lebih ekspansif tetapi lebih selektif. Artinya, kami dari volume [penjaminan] menjadi semakin besar, tetapi karena lebih selektif kualitasnya lebih bagus, klaimnya menjadi lebih turun. Itulah yang mendorong pertumbuhan kami," ujar Randi.
Menurutnya untuk investasi perusahaan menerapkan kebijakan konservatif. Sekitar 60 persen investasi perseroan ditempatkan di deposito, sisanya ditempatkan di berbagai instrumen seperti surat berharga negara (SBN) dan obligasi.
Pada 2019, Jamkrindo mencatatkan imbal hasil investasi 7,21 persen atau lebih rendah dari target awal sebesar 7,38 persen.
"Kami sangat membaca yang ada di pasar ini sehingga kami sangat konservatif untuk masuk sesuatu yang berisiko, kemudian kami pilih untuk tidak masuk. Kalau untuk industri penjaminan kan saya harus menyiapkan investasi yang relatif dengan cepat bisa dicairkan kalau ada klaim," ujarnya.
Meningkatnya bisnis perusahaan penjaminan ini tidak lepas dari melonjaknya penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sepanjang 2019 yang dijalankan pemerintah. Kredit dengan bunga murah itu tercatat tersalurkan mencapai Rp139,5 triliun, atau tumbuh 15,9 persen (year-on-year/yoy) dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp120,3 triliun.