Bisnis.com, JAKARTA -- Relaksasi likuiditas tambahan dari Bank Indonesia dinilai dapat memberi ruang bagi bank untuk menjaga posisi likuditasnya.
Sebagai informasi, Bank Indonesia mempertahankan tingkat kebijakan pada tingkat saat ini. BI 7-Day Reverse Repo Rate masih berada di 4,50 persen dengan rate fasilitas simpanan dan fasilitas pinjaman masing-masing sebesar 3,75 persen dan 5,25 persen.
Dalam kebijakan moneter, Bank Sentral melakukan pengurangan giro wajib minimum sebesar 200 basis poin, berlaku sejak 1 Mei 2020, yang akan mengeluarkan uang tunai sekitar Rp102 triliun ke dalam sistem perbankan.
Pada saat yang sama, otoritas moneter juga meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial sebesar 200 bps, dengan tanggal efektif yang sama.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Wisnu Whardana mengatakan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendukung penyerapan penerbitan obligasi pemerintah tambahan di pasar primer dan seperti yang diumumkan oleh Kementerian Keuangan dalam revisi anggaran 2020.
"Namun, dalam waktu yang bersamaan juga memberi kepastian untuk kondisi likuiditas perbakan. Jadi, bank bisa me-repo-kan SBN yang dimiliki sebagai tambahan likuiditas saat diperlukan," katanya, Selasa (14/4/2020).
Senada, Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan kebijakan otoritas moneter tersebut akan memberi bantuan kepada perbankan yang menghadapi tantangan cukup besar dari pelebaran defisit APBN tahun ini.
Di sisi lain, Josua juga berpendapat perlambatan ekonomi domestik yang cukup siginifikan pada tahun ini berpotensi mendorong peningkatan risiko kredit yang selanjutnya direspon bank dengan peningkatan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) pun berpotensi mempengaruhi kondisi likuiditas sektor perbankan secara keseluruhan.
"Namun, dengan kondisi likuiditas yang ample ini, diperkirakan transmisi kebijakan moneter BI yang sudah dilakukan sejauh ini akan lebih cepat bekerja dan mempengaruhi perekonomian sektor riil," katanya.