Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. berupaya menjaga rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tetap terkendali di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan terganggunya proses bisnis dunia usaha yang akan berdampak pada arus kas dan kemampuan bayar debitur, dipastikan berpengaruh pada kualitas kredit bank.
Siddik menyampaikan hingga akhir 2020 perseroan akan berupaya menjaga rasio NPL tidak lebih tinggi dari 4 persen. Proyeksi tersebut berdasarkan analisis perseroan saat ini.
"Kami sudah stress test analysis, dari setiap segmen, UMKM, konsumer, komersial, korporasi. Kami lihat siapa saja nanti akan downngrade ke non-performing, kami lihat segmen mana yang terdampak ke krisis tersebut sehingga tahu apa yang akan dilakukan," katanya dalam webinar, Jumat (29/5/2020).
Peningkatan NPL tersebut kata Siddik, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memegang porsi 60 persen dari PDB Indonesia, yang dinilai paling terdampak pandemi Covid-19.
Apalagi dengan diterapkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), aktivitas bisnis UMKM yang tadinya mungkin masih baik-baik saja menjadi berhenti total. Diperkirakan lebih dari 50 persen jumlah UMKM di Indonesia sudah terdampak.
Baca Juga
"Selama ini NPL UMKM bisa terjaga di kisaran 2 persen-2,5 persen. Dalam beberapa bulan ke depan akan meningkat luar biasa. Akibatnya bank akan bentuk provisi karena kredit UMKM yang akan jadi NPL," jelasnya.
Meski demikian, Siddik mengatakan bank terbantu dengan adanya aturan relaksasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu restrukturisasi dan perhitungan kolektabilitas kredit hanya berdasarkan satu pilar.
"OJK berikan relaksasi restrukturisasi dan kolektabilitas lancar ke debitur terdampak, artinya selama krisis ini debitur ini tidak di-treat sebagai debitur bermasalah, ini bisa membantu bank yang CKPN-nya sudah banyak," tutur Siddik.
Adapun, hingga akhir 2020, perseroan telah merestukturisasi kredit kepada lebih dari 300.000 debitur terdampak Covid-19 dengan nilai baki debet mencapai Rp58 triliun.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan debitur UMKM, di mana sebagian besar menggunakan skema penundaan pembayaran cicilan pokok dan bunga.