Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan diharuskan untuk menjadikan 98 persen penduduk Indonesia sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN pada 2024.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan amanat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, sebagai tahapan akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.
Muhadjir menjelaskan bahwa rencana tersebut memiliki lima arahan utama, salah satunya yakni pembangunan manusia melalui kesehatan. Hal tersebut diejawantahkan dalam target 98 persen penduduk memiliki perlindungan sosial melalui JKN.
"Hal ini di antaranya ditandai dengan capaian cakupan kepesertan program JKN hingga 31 Mei 2020 peserta 220,6 juta, ini sudah mencakup 83 persen penduduk Indonesia. Berarti masih ada sisa sekitar 15 persen yang menjadi tugas kita untuk mencapai target RPJMN," ujar Muhadjir dalam acara Peluncuran Buku Statistik JKN 2014–2018, Kamis (18/6/2020).
Jika mengacu kepada jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 271 juta jiwa, maka terdapat 265,5 juta masyarakat Indonesia yang harus menjadi peserta BPJS Kesehatan pada 2024. Terdapat selisih 44,9 juta jiwa dari jumlah peserta saat ini, jumlah itu pun akan bertambah jika jumlah penduduk terus meningkat pada 2024.
Menurut Muhadjir, BPJS Kesehatan tidak boleh merasa cukup dengan capaian saat ini. Badan tersebut bersama pemerintah perlu terus melakukan sejumlah perbaikan agar jumlah peserta yang ditargetkan itu bisa tercapai.
Baca Juga
"Tentu saja tidak cukup dengan pernyataan angka yang telah tercapai, masih banyak yang harus dibenahi, terutama yang berkaitan dengan kualitas pelayanan, kesetaraan pelayanan, kemudian kemudahan akses peserta dalam mendapatkan pelayanan," ujarnya.
Muhadjir menilai bahwa ketiga hal tersebut menjadi masalah mendasar yang memengaruhi tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan. Menurutnya, banyak peserta yang tidak menggunakan layanan JKN karena kendala yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut.
Dia menjabarkan, sebaran fasilitas infrastruktur dan tenaga kesehatan belum merata sehingga tidak semua peserta BPJS Kesehatan bisa memanfaatkan JKN saat sakit. Hal itu pun ditengarai membuat sejumlah masyarakat belum mendaftar sebagai peserta, meskipun wajib secara aturan.
"Telah terjadi semacam ketimpangan spasial dalam kaitannya dengan masalah pelayanan kesehatan, itu menumpuk di kantong-kantong tertentu, di pedalaman dan daerah tertinggal langka sekali tenaga kesehatan. Menjadi tanggung jawab bersama jika hendak melayani [peserta]," ujar Muhadjir.